Liputan6.com, Jakarta Pemerintah boleh berbangga hati dengan pencapaian program pengampunan pajak (tax amnesty) di periode I yang mencatatkan realisasi deklarasi harta maupun uang tebusan dalam jumlah besar. Namun di balik kesuksesan tersebut, ada beberapa tujuan utama penyelenggaraan tax amnesty yang belum berjalan optimal.
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Imaduddin Abdullah mengatakan, keberhasilan program tax amnesty di periode I digunakan pemerintah untuk sosialisasi atau kampanye ke masyarakat Indonesia agar makin banyak yang ikut tax amnesty di periode-periode selanjutnya.
Baca Juga
"Tax amnesty tidak hanya meningkatkan penerimaan, tapi ada tujuan paling utama pelaksanaan program ini, seperti repatriasi, memperluas basis pajak, dan memperbaiki administrasi perpajakan. Ketiganya belum optimal karena belum menunjukkan hasil maksimal," ujar dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Kamis (29/12/2016).
Advertisement
Menurut Imaduddin, INDEF telah menghitung kontribusi tambahan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) ke basis data pajak hanya 1,18 persen dari total WP OP yang mencapai 27,63 juta orang. Sedangkan kontribusi dari WP OP yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan 2,9 persen.
Dari perhitungannya, jumlah WP yang sudah ikut tax amnesty baru tercatat 562.743 WP. Jika diasumsikan sebagian besar WP tersebut adalah OP sebesar 500.000 WP dan merupakan WP OP yang belum terdaftar, maka kontribusi tambahan WP tax amnesty hanya 1,81 persen dari total 27,63 juta WP OP terdaftar, atau 2,9 persen dari 17,2 juta WP OP yang wjib penyampaian SPT.
Sementara tingkat kepatuhan WP OP tersebut 59 persen, dan tingkat kepatuhan WP Badan hanya mencapai 47 persen. "Jadi dengan hasil basis data yang belum maksimal ini, akan membuat target penerimaan pajak di 2017 ikut terkoreksi. Karena tax amnesty yang merupakan reformasi pajak belum berhasil," tegasnya.
Lebih jauh dijelaskan dia, efek positif tax amnesty di negara lain hanya jangka pendek. Itu artinya sambung dia, tanpa reformasi pajak dan perbaikan administrasi pajak, segala pencapaian tax amnesty oleh pemerintah Indonesia hanya akan menjadi angin lalu yang akan berpengaruh pada penerimaan pajak di 2017.
"Inilah tantangan pemerintah ke depan terkait tax amnesty, karena berdasarkan Ease of Doing Business (EoDB), Indonesia berada di peringkat 104 untuk kemudahan membayar pajak," ujar Imaduddin.
Tantangan lain, lanjutnya, menguatkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang sesuai dengan konteks dan tantangan yang dihadapi melalui revisi paket UU di bidang perpajakan, antara lain UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Kemudian tantangan selanjutnya, mewujudkan integrasi data kependudukan dengan basis pajak melalui Single identify atau e-KTP," tukas Imaduddin.