Liputan6.com, London - Harga minyak dunia melemah pada perdagangan terakhir 2016. Aksi jual mempengaruhi harga minyak. Akan tetapi, harga minyak catat kenaikan terbesar sejak 2009. Keuntungan itu terjadi setelah OPEC dan negara non OPEC setuju memangkas produksi minyak untuk atasi harga minyak tertekan dalam dua tahun terakhir.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun lima sen atau 0,1 persen ke level US$ 53,72 per barel. Sedangkan harga minyak Brent merosot tiga sen atau 0,1 persen ke level US$ 56,82.
"Beberapa pelaku pasar mengambil aksi ambil untung dengan volume perdagangan tipis," ujar Elaine Levin, Presiden Direktur Powerhouse, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (31/12/2016).
Advertisement
Baca Juga
Secara tahunan, harga minyak Brent naik 52 persen pada tahun ini,dan WTI menguat 45 persen. Kenaikan itu terbesar sejak 2009 dengan masing-masing indeks saham naik 78 persen dan 71 persen.
Harga minyak sudah tertekan sejak musim panas 2004 dari level harga US$ 100 per barel. Harga minyak tertekan lantaran pasokan global banjir pasar dan adanya revolusi shale oil Amerika Serikat (AS).
Namun OPEC membuat sejarah dengan sepakat untuk memangkas produksi sejak 1 Januari. Sentimen itu mendukung pergerakan harga minyak. Pengurangan produksi berlangsung di atas tiga bulan. Oman menyatakan kalau pihaknya akan kurangi alokasi lima persen mulai Maret, tetapi tidak menyatakan apakah akan melanjutkannya kemudian.
"Kenaikan harga minyak menunjukkan kredibilitas internasional untuk OPEC dan rekannya," ujar Igor Yusufov.
Adapun riset JBC menyatakan kalau permintaan minyak akan meningkat pada 2017. Permintaan naik menjadi 1,57 juta barel per hari.
Â
Â