Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah mengakhiri kontrak kerjasama dengan JP Morgan Chase Bank NA karena hasil riset yang memangkas rekomendasi kepemilikan aset‎ Indonesia dari overweight menjadi underweight dengan alasan tidak kredibel.
Lembaga keuangan tersebut dianggap telah mempermainkan Indonesia karena sudah berulang kali melakukan kesalahan yang sama.
Demikian diungkapkan Direktur Strategis dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu), Schneider Siahaan saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Advertisement
Baca Juga
"Kejadiannya sudah berulang kali dan sudah diingatkan kepada JP Morgan, tapi masih diterusin saja. Sepertinya internal JP Morgan kurang koordinasi," tegas Schneider.
Untuk diketahui, pada 2015, JP Morgan dengan hasil risetnya pernah membuat Menteri Keuangan saat itu Bambang Brodjonegoro berang karena rekomendasi supaya investor global melepaskan kepemilikan aset di Indonesia.
Kembali lembaga keuangan ini mengeluarkan rekomendasi atas kepemilikan aset Indonesia yang juga menimbulkan reaksi keras dari pemerintah karena risetnya dinilai menyesatkan.
"Mereka kan agen atau primary dealer (penjual utama) obligasi negara, harusnya kan mencari pembeli Surat Berharga Negara (SBN). Tapi kok malah rekomendasikan untuk menjual, mana mau investor beli, malah kita yang rugi," ungkap Schneider.
"Di balik itu, diam-diam mereka beli SBN dengan murah, lalu dijual lagi. Kan kita jadi mainan mereka saja," Schneider menandaskan.
Melansir laman Baron Asia yang dipublikasikan pada November lalu, JP Morgan memang mengubah alokasi portofolio strategis ekuitas negara-negara berkembang.
Lembaga keuangan ini menurunkan status Brasil dari Overweight ke Netral. Bahkan, posisi Indonesia turun dua peringkat dari Overweight ke Underweight, dan Turki dari Netral ke Underweight.
Namun, JP Morgan tak menjelaskan secara rinci alasan melakukan penurunan posisi Indonesia dan Brasil.(Fik/Nrm)