Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat lagi-lagi harus menelan pil pahit di awal tahun karena kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dari 100 persen hingga 300 persen mulai hari ini (6/1/2017). Dalam hitungan Badan Busat Statistik (BPS), kebijakan tersebut akan menyumbang inflasi pada Januari ini.
Kepala BPS, Suhariyanto menyatakan, dampak inflasi dari kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB baru akan terlihat 1-2 bulan ke depan. "Nanti baru kelihatan (dampak inflasi) 1 atau 2 bulan ke depan," ucap dia dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (6/1/2017).
Advertisement
Baca Juga
Ketika ditanyakan mengenai potensi angka tambahan inflasi dari kebijakan penyesuaian tersebut, Suhariyanto enggan memproyeksikan. "BPS tidak membuat simulasinya," tegas dia.
Terpisah, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo akan menghitung dampak kenaikan tarif STNK dan BPKB yang menjadi fungsi Polri ini terhadap laju inflasi di Januari 2017. Dengan begitu, dia belum dapat memastikan kenaikan inflasi akibat kebijakan ini.
"Kalau benar-benar naik dan seberapa besar naiknya pasti dihitung. Masih ditunggu kepastiannya hingga akhir bulan," ia menerangkan.
Menurut dia, realisasi inflasi yang rendah di Desember 0,42 persen dan 3,02 persen di sepanjang 2016 membuka kemungkinan berbagai penyesuaian atau kenaikan harga atau tarif.
"Tapi penyesuaian di sini antisipasi pergerakan harga global, harga minyak dunia yang cenderung naik perlu diantisipasi. Karena akan jadi biaya pembangkit listrik dan angkutan," Sasmito menjelaskan.
Dia optimistis, pemerintah punya strategi untuk mengantisipasi berbagai penyesuaian ini sehingga laju inflasi terkendali. Pemerintah menargetkan Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di angka 4 persen pada 2017.
"Memang ada barang atau jasa yang harganya naik, dan ada juga yang turun. Saya yakin pemerintah punya strategi untuk mengantisipasinya (kenaikan)," kata Sasmito. (Fik/Gdn)