Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi, Aviliani menyebut ada 50 juta orang kaya di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (WP). Kondisi ini merupakan pekerjaan rumah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pemerintah untuk meningkatkan basis pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) DJP, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, pada prinsipnya seseorang yang wajib memiliki NPWP adalah yang mempunyai pendapatan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp 4,5 juta per bulan.
"Waktu kita menyusun Undang-undang (UU) Tax Amnesty, analisa kita yang tidak punya NPWP 60 juta WP, tapi waktu itu kan PTKP-nya belum naik. Tapi ini kan analisa berdasarkan statistik saja," katanya saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/1/2017).
Advertisement
Hestu Yoga mengakui bahwa kemampuan DJP memungut pajak atau potensi yang ada (tax coverage) sangat rendah. Saat ini, dia mencatat, WP yang sudah menggenggam NPWP sebanyak 32 juta dan dari jumlah itu yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) hanya 12 juta WP.
"Dari 60 juta, sebanyak 32 juta sudah punya NPWP. Jadi PR kita besar supaya 28 juta orang lagi miliki NPWP. Ini bukan masalah DJP saja tapi bangsa ini secara keseluruhan, sehingga ada kesadaran membayar pajak," terang dia.
Lebih jauh Hestu Yoga mencontohkan, warga di sejumlah negara memiliki kesadaran tinggi untuk mendaftar sebagai WP. "Di berbagai negara, orang tidak perlu lho sampai di NPWP kan jabatan, mereka daftar sendiri. Jadi ini pentingnya tax amnesty dan reformasi pajak. Jadi PR ini akan di adress, karena yang bayar pajak masih rendah," jelasnya.
Baca Juga
Berdasarkan data DJP, Hestu Yoga mengungkapkan, WP baru yang ikut tax amnesty hingga periode II mencapai 27 ribu WP. WP tersebut membuat NPWP karena ingin mengikuti program tax amnesty.
"Sedangkan WP yang sudah punya NPWP tapi bertahun-tahun tidak pernah lapor SPT dan bayar pajak dengan benar dan ikut tax amnesty, jumlahnya 128 ribu WP," tuturnya.
Dia mengatakan, DJP akan terus meningkatkan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi pajak guna mendapat tambahan NPWP yang dibarengi dengan peningkatan kepatuhan membayar pajak.
"Tambahan NPWP tahun lalu 2,5 juta WP. Jadi tidak hanya menambah NPWP tapi dibarengi tingkat kepatuhan. Punya NPWP saja tidak setor, apa gunanya," kata Hestu Yoga.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi, Aviliani saat Diskusi Tax Corner Tren dan Outlook Perpajakan 2017 menerangkan, saat penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merosot, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mengejar penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh).
"Dari data jika dibagi masyarakat Indonesia 250 juta orang, orang kaya di Indonesia mencapai 50 juta jiwa yang harusnya sudah punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sedangkan yang serahkan SPT 12 juta WP, itupun belum semua WP melaporkan SPT dengan benar," jelas Aviliani.
Sementara kelas menengah di Indonesia, sambungnya, mencapai 100 juta orang. Masyarakat yang dikategorikan memiliki pendapatan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 4,5 juta per bulan diperkirakan sebanyak 50 juta orang.
"Jadi 50 juta orang kaya ditambah 50 juta kelas menengah yang penghasilan di atas PTKP, maka minimal kita harusnya punya WP yang ber-NPWP sebanyak 100 juta WP. Sedangkan sisanya 100 juta penduduk merupakan masyarakat rentan miskin dan miskin yang seharusnya mendapatkan pelayanan dari APBN," dia menerangkan.
Aviliani menambahkan, program pengampunan pajak (tax amnesty) didesain untuk meningkatkan basis pajak dalam jangka panjang. Tercatat, katanya, orang-orang yang belum memiliki NPWP belum ikut tax amnesty.
"Kita punya 128 juta angkatan kerja, yang masuk sektor formal hanya 30 persen atau 30 juta angkatan kerja. Itu berarti ada orang kaya yang tidak masuk sektor formal, karena ada distributor pupuk omsetnya Rp 100 miliar tapi belum punya NPWP. Jadi ini yang harus dibenahi," tutur dia. (Fik/Gdn)