Sukses

Keputusan Perpanjangan Izin Ekspor Mineral di Tangan Jokowi

Kementerian ESDM telah melibatkan pakar hukum untuk mencari solusi berakhirnya izin ekspor mineral.

Liputan6.com, Jakarta - Solusi yang akan diambil oleh pemerintah dalam menghadapi berakhirnya izin ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2017 akan diputuskan dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dalam rapat koordinasi yang dilakukan Senin (9/1/2017) yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno‎, telah mendapatkan beberapa solusi untuk menghadapi berakhirnya waktu izin ekspor mineral mentah.

"Semangatnya adalah pemerintah pasti mencari solusi yang terbaik," kata Luhut, di Kantor Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (9/1/2017).

Solusi tersebut akan dilaporkan Presiden Jokowi dalam ratas, kemudian diputuskan. Sayangnya, Luhut belum mau membuka solusi yang akan diajukan kepada presiden. Solusi tersebut seharusnya tidak melanggar kebijakan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Sebelumnya, Wakil ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah sangat berhati-hati dalam menerbitkan aturan perpanjangan waktu kelonggaran konsentrat. Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara sebagai pedoman penerapan hilirisasi dinilai dapat menimbulkan pengertian yang berbeda.

"Yang menjadi kendala kami Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 itu boleh dikatakan multitafsir. Tafsir seperti itu yang menyebabkan PP dan Permen-nya jadi agak susah," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/12/2016).

Arcandra menuturkan, Kementerian ESDM telah melibatkan pakar hukum untuk mencari solusi perpanjangan ekspor konsentrat. Lantaran UU Minerba tersebut multitafsir terdapat beberapa perbedaan pendapat.

"Kita sudah engage dengan pakar hukum, dan terjadi perbedaan pendapat tentang itu. Tergantung angle dari mana. Karena banyak beberapa angle dalam tafsir tersebut," ujar Arcandra. (Pew/Gdn)