Liputan6.com, Jakarta Dalam dua tahun terakhir harga barang mulai dari pangan hingga semen di Papua telah turun 20-30 persen sejak adanya tol laut. Namun, penurunan tersebut hanya terjadi di wilayah pinggiran. Sementara harga di pedalaman Papua masih relatif lebih tinggi.
"Kami dari research and development dalam dua tahun terakhir. Kami telah melakukan survei, meliputi pantai Papua dan juga pegunungan. Kita dapati penurunan harga di pantai Papua terjadi dengan tol laut 20-30 persen. Namun manakala ketika peneliti ke pedalaman pegunungan ditemukan disparitas harga masih tetap," ucap Kepala Balitbang Kemenhub Agus Santoso di Kantor Balitbang Kemenhub Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Oleh karena itu, perlu optimalisasi tol udara untuk menekan harga barang di pedalaman. Dia mengatakan tol udara ini berbeda dengan penerbangan perintis.
Advertisement
"Tol udara ingin mengembangkan dedikasi penerbangan untuk menurunkan disparitas harga belum tercapai di pedalaman," kata dia.
Menurut dia, penerbangan efektif untuk menurunkan harga. Penetapan jenis pesawat juga menjadi salah satu hal penting dalam mewujudkan tol udara.
"Kemudin tipe pesawat terbang karena tidak sembarang tipe cocok manuver di pegunungan," ungkap dia.
Tak sekadar itu, untuk mewujudkan tol udara perlunya menggandeng Perum Bulog. Pasalnya, peran tengkulak juga masih besar dalam menentukan harga di pedalaman Papua. "Bulog kami ajak karena ternyata dari penelitian kami walaupun ada tol laut sampai di sana ada yang memegang rule dalam distribusi pedagang atau tengkulak ekstremnya masih men-drive harga di lapangan," tandas dia.
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menggelar forum group discussion (FGD) yang melibatkan jajaran Kemenhub serta Pemerintah Daerah Papua. Pertemuan ini memfokuskan pada pengembangan Papua, terutama mengenai tol udara.