Sukses

Kenaikan Pajak Rokok Tak Berdampak pada Inflasi

Kenaikan pajak rokok dinilai sangat kecil dan tidak akan berpengaruh besar pada in‎flasi.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan kenaikan tarif pajak penambahan nilai (PPN) rokok tidak akan mendorong kenaikan inflasi. Kenaikan tarif ini dinilai sangat kecil dan tidak akan berpengaruh besar pada in‎flasi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan kenaikan tarif PPN pada rokok hanya sebesar 0,4 persen, yaitu dari 8,7 persen menjadi 9,1 persen. Hal ini dinilai tidak akan berdampak pada inflasi meski konsumsi rokok cukup tinggi.

"Tidak (berdampak ke inflasi), kecil ah. Itu kan dari 8,7 persen‎ ke 9,1 persen, naik 0,4 persen," ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/1/2017).

Dia menjelaskan, selama ini tarif PPN rokok tidak berada di bawah PPN produk lain seperti makanan dan minuman. Dengan kenaikan tarif ini akan membuat PPN rokok setara dengan tarif PPN produk-produk lain.

"Kalau beli teh botol bayar PPN nggak? Bayar, pakai cara pajak masukan dan pengeluaran. Tapi kan untuk ‎rokok tidak pakai pajak masukan dan pengeuaran. Dia diambil di ujung. Itu tarif pajak yang comparable dengan 10 persen itu 9,1 persen. Dia setara," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 207/PMK.010/2016 tentang Tata Cara Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Penyerahan Hasil Tembakau. Aturan ini menetapkan besaran tarif PPN rokok naik menjadi sebesar 9,1 persen per 1 Januari 2017.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan(Kemenkeu) di Jakarta, Senin (9/1/2017), PMK 207/2016 merupakan perubahan atas PMK 174/PMK.03/2015. Dalam PMK 174 Tahun 2015 sebelumnya, tarif PPN atas penyerahan hasil tembakau atau rokok ditetapkan 8,7 persen.

"Besar tarif efektif PPN atas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (penyerahan hasil tembakau) ditetapkan 9,1 persen," bunyi Pasal 4 PMK 207/2016.

Peraturan menteri ini mulai berlaku pada 1 Januari 2017. Beleid tersebut ditandatangani oleh Sri Mulyani dan diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana tertanggal 28 Desember 2016. (Dny/Gdn)