Liputan6.com, Jakarta - Salah satu kebutuhan dasar bangsa Indonesia yang belum dapat terpenuhi dengan baik yaitu akses terhadap air minum dan sanitasi. Sebagai anggota G20, saat ini Indonesia masih berjuang untuk meraih posisi sepuluh besar dalam peringkat negara dengan akses sanitasi terbaik.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, jika dibandingkan dengan kawasan Asia Tenggara, akses sanitasi Indonesia hanya lebih baik dari Timor Leste dan Kamboja. Sekitar 72 juta orang Indonesia masih belum mempunyai akses air minum yang layak dan sekitar 96 juta orang Indonesia masih belum mempunyai akses sanitasi yang layak.
Masalah sanitasi diperparah dengan besarnya jumlah orang Indonesia yang masih buang air besar sembarangan, yaitu sekitar 31 juta orang. Hal tersebut merupakan tantangan besar dalam pembangunan manusia Indonesia secara keseluruhan, terutama dalam upaya peningkatan kualitas hidup warga Indonesia dan peningkatan daya saing bangsa.
Advertisement
Bambang menyatakan, akses terhadap air minum dan sanitasi berpengaruh langsung pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), terutama terkait angka harapan hidup. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.
“Dalam agenda pembangunan nasional, sanitasi dan air minum sudah diangkat menjadi salah satu agenda prioritas karena kami melihat bahwa pembangunan sanitasi dan air minum membawa dampak yang sangat besar bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan, serta produktivitas bangsa Indonesia,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Baca Juga
Terkait dengan kondisi tersebut, amanat yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah tersedianya akses air minum dan sanitasi yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat atau yang disebut dengan Universal Access. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada 2015, capaian akses air minum di Indonesia mencapai 70,97 persen dan sanitasi mencapai 62,14 persen.
Dalam rangka mewujudkan Universal Access pada 2019 mendatang, dibutuhkan dukungan dari berbagai elemen bangsa. Sebagai tindak lanjut kerja sama antara pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di bidang air minum dan sanitasi, MUI menggandeng Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk mendukung pemerintah melalui sinergi pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak dan sedekah dengan program pemerintah dalam penyediaan layanan air minum dan sanitasi untuk masyarakat.
Sebagai landasan kerja sama tersebut, Kementerian PPN/Bappenas, MUI, Baznas, dan BWI menandatangani Nota Kesepahaman tentang Sinergi Pendayagunaan Harta Wakaf, Zakat, Infak, Sedekah dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya dengan Program Pemerintah dalam Penyediaan Layanan Air Minum dan Sanitasi untuk Masyarakat kemarin.
Bambang mengapresiasi inisiatif MUI bersama dengan BAZNAS dan BWI dalam sinerginya untuk menyediakan kebutuhan dasar manusia Indonesia. Bentuk kesepakatan tersebut telah dituangkan dalam bentuk fatwa MUI nomor 001/MUNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Harta Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat.
Fatwa ini tidak hanya akan membantu masyarakat dalam pembangunan sarana air minum dan sanitasi, tetapi juga menegaskan perlunya perubahan perilaku masyarakat yang merupakan tantangan pembangunan air minum dan sanitasi saat ini.
Menurut Bambang, untuk mengatasi masalah air bersih dan sanitasi, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Oleh sebab itu dirinya bersyukur mendapat dukungan penuh dari MUI yang mengeluarkan fatwa bahwa dana-dana dari Baznas dan Badan Wakaf Indonesia serta dana sosial keagamaan lainnya dapat digunakan untuk mendukung program pemerintah termasuk program mengatasi masalah air bersih dan sanitasi.
“Saya kira inisiatif MUI, Baznas, dan BWI juga termasuk sebuah upaya mempercepat mengatasi masalah kemiskinan,” tandas dia. (Dny/Gdn)