Liputan6.com, Jakarta Perkembangan ekonomi Kota Banyuwangi terus menanjak naik meskipun tanpa keberadaan pusat perbelanjaan modern sekelas mal di daerah tersebut. Kini, pendapatan masyarakat Banyuwangi mencapai Rp 37,53 juta per orang selama setahun.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat Seminar Nasional Pembangunan Inovatif, Pemimpin Kreatif, dan Daerah Kompetitif mengungkapkan, ada beberapa pencapaian yang sudah diraih pemerintah kota Banyuwangi di bidang ekonomi dengan membandingkan periode 2010 dan sesudah 2015.
"Gini ratio (kesenjangan antara orang kaya dan miskin) dari 0,33, turun menjadi 0,29. Pengangguran terbuka dari 6 persen, merosot jadi 2,55 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan anjlok dari 20,09 persen menjadi 9,17 persen," kata dia di kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Lebih jauh Abdullah menjelaskan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) saat ini telah mencapai Rp 60,05 triliun atau melesat 85 persen dari sebelumnya Rp 32,46 triliun di periode sebelum 2010. Penyaluran kredit naik 37 persen dari Rp 3,29 triliun menjadi Rp 9,43 triliun sampai saat ini.
Pencapaian lain, dia menambahkan, pendapatan per kapita warga Banyuwangi naik 80 persen dari Rp 20,8 juta per orang per tahun menjadi Rp 37,53 juta per orang setiap tahun.
Dia mengaku, menaikkan pendapatan per kapita masyarakat tidaklah mudah. Pemerintah harus membuat kebijakan yang pro meningkatkan produktivitas ekonomi di daerah.
"Mal kami larang sebelum pendapatan per kapita lebih dari Rp 25 juta per orang per tahun. Kalau pendapatan masih rendah, tapi pasar modern meringsek masuk ke desa-desa, maka tidak akan bisa meningkatkan kapasitas ekonomi Indonesia," terang Abdullah.
Menurutnya, pemerintah Banyuwangi menyadari hal tersebut sejak 5 tahun lalu. Kebijakan yang diambil melarang mal masuk ke Banyuwangi sebelum pendapatan warganya mencapai lebih dari Rp 25 juta per orang per tahun.
"Mal hanya simbol kemajuan sebuah kota, tapi pajaknya tidak ke kami," tegas Abdullah.(Fik/Nrm)