Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi waktu pada perusahaan pinjam meminjam financial technology (fintech) atau peer to peer (P2P) lending asing untuk memenuhi ketentuan kepemilikan sahamnya.
Adapun kepemilikan saham untuk fintech P2P lending asing dibatasi sampai 85 persen. "Ya kita kasih waktu penyesuaian," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad di Kantor OJK Jakarta, seperti ditulis Senin (16/1/2017).
Muliaman mengatakan akan meminta perusahaan asing tersebut untuk menggandeng mitra lokal. Sehingga, ketentuan tersebut dapat dipenuhi. Namun saat ditanya batas waktu penyesuaian tersebut, Muliaman tak memberikan keterangan secara rinci.
"Ya nanti case by case, kemampuannya kita lihat, sebab di dalam peraturan itu nggak ada time frame. Tapi bagian dari pengawasan," kata dia.
OJK sendiri telah mengatur kepemilikan perusahaan jenis tersebut dalam Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).
Dalam Bab II peraturan tersebut disebutkan, badan hukum penyelenggara berbentuk perseroan terbatas atau korporasi. Kemudian, penyelenggara berbentuk badan hukum perseroran terbatas dapat didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Penyelenggara juga warga negara dan/atau badan hukum asing.
Kepemilikan saham penyelenggara oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak 85 persen.
"Kita mengatur kepemilikan juga tahu, porsi asing berapa, makanya ada 1 tahun perizinan. Kalau porsi kepemilikan asing melampaui limit kita 85 persen, divest," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK Imansyah, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Dia mengatakan, jika persyaratan tersebut dipenuhi maka OJK tidak melakukan pengawasan terhadap perusahaan tersebut.
"Itu kalau nggak penuhi tetap di luar area pengawasan OJK karena yang license yang masuk ranah pengawasan OJK," ungkap dia.
Dalam catatan OJK, penyelenggara fintech di tahun 2016 mengalami pertumbuhan yang pesat. Pada kuartal I 2016 terdapat 51 perusahaan. Perusahaan itu tumbuh hampir 3 kali lipat pada kuartal IV 2016 menjadi 135 perusahaan.
Imansyah sendiri belum mengetahui secara rinci perusahaan mana saja yang dimiliki oleh asing. Pasalnya, perusahaan tersebut mesti mendaftar ke OJK sejak peraturan itu diterbitkan.
"Kita belum punya data karena 135 belum daftar ke kita (OJK)," tandas dia.(Amd/Nrm)
Advertisement