Liputan6.com, Jakarta Setiap orang yang membawa uang tunai atau instrumen pembayaran lain paling sedikit Rp 100 juta atau nilainya setara dengan itu ke dalam dan luar daerah pabean wajib melaporkan kepada pejabat bea dan cukai.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomori 99 Tahun 2016 tentang pembawaan uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain ke dalam dan luar daerah pabean. Pemerintah keluarkan aturan tersebut mempertimbangkan ketentuan pasal 36 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian.
Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu menetapkan peraturan pemerintah (PP) tentang pembawaan uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain ke dalam dan luar daerah pabean Indonesia.
"Uang tunai sebagaimana dimaksud terdiri atas uang dalam mata uang rupiah dan atau uang dalam mata uang asing," bunyi Pasal 2 ayat (2) PP, seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Senin (16/1/2017).
Advertisement
Baca Juga
PP yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo itu menyebutkan kalau instrumen pembayaran lain yang dimaksud adalah bilyet giro, dan warkat atas bawa berupa cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, dan sertifikat deposito.
Sementara daerah pabean adalah wilayah republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku UU Kepabeanan.
Pemberitahuan pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam dan luar daerah pabean, menurut PP tersebut dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pabean, dan mengisi formulir pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain.
Selain ketentuan itu, dalam PP itu juga disebutkan terhadap pembawaan uang tunai dalam mata uang rupiah paling sedikit Rp 100 juta ke luar daerah pabean Indonesia wajib dilengkapi izin dari Bank Indonesia (BI) sesuai peraturan BI.
Pejabat Bea Cukai Wajib Periksa
PP ini menegaskan, penyelenggara bandar udara internasional, pelabuhan internasional dan pos lintas batas wajib menyediakan fasilitas untuk memastikan agar setiap orang dapat melaksanakan kewajiban untuk memberitahukan pembawaan uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain sebagaimana dimaksud.
"Dalam hasil pemeriksaan ditemukan pembawaan uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain yang mencurigakan, pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaaan lebih lanjut," bunyi pasal 7 PP ini.
Dalam PP itu menyebutkan, hasil pemeriksaan terhadap pembawaan uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain yang mencurigakan disampaikan oleh Kepala Kantor Pabean kepada Kepala PPATK dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Sanksi
Dalam PP itu disebutkan kalau setiap orang yang tidak memberitahukan pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lainnya sebagaimana dimaksud dikenai sanksi administratif berupa denda 10 persen dari seluruh jumlah uang tunai dan instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp 300 juta.
Selain itu, setiap orang yang telah memberitahukan pembawaan uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain sebagaimana dimaksud, tetapi jumlah uang tunai dan instrumen pembayaran lain yang dibawa lebih besar dari jumlah yang diberitahukan dikenai sanksi administratif berupa denda 10 persen dari kelebihan jumolah uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain dengan jumlah paling banyak Rp 300 juta.
"Pembayaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud harus diselesaikan dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak tanggal pemberitahuan," bunyi pasar 16 ayat (3) PP ini.
Dalam hal pembayaran tidak dapat dilakukan secara langsung, menurut PP ini, pejabat Bea dan Cukai berwenang mencegah uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain yang di bawa. "Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoy pada 31 Desember 2016.
Advertisement