Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Desember 2016 sebesar US$ 12,78 miliar atau naik 5,82 persen dibanding periode sama 2015 yang senilai US$ 12,08 miliar. Total impor sepanjang Januari-Desember tahun lalu US$ 135,7 miliar atau turun 4,94 persen dari realisasi 2015 sebesar US$ 142,7 miliar.
Kepala BPS, Suhariyanto mengungkapkan, impor minyak dan gas (migas) di akhir tahun lalu mengalami penurunan 2,13 persen menjadi US$ 1,69 miliar dari bulan sebelumnya US$ 1,72 miliar. Sedangkan kinerja impor non migas justru naik 1,35 persen dari US$ 10,95 miliar menjadi US$ 11,09 miliar.
Baca Juga
"Jadi impor Desember 2016 mencapai US$ 12,78 miliar. Nilai impor tersebut yang tertinggi selama 2016," tegas dia di kantornya, Jakarta, Senin (16/1/2017).
Lebih jauh Suhariyanto mengatakan, untuk nilai impor non migas naik karena ada kenaikan volume impor perhiasan dan permata yang meningkat 48,96 persen senilai US$ 101 juta, golongan senjata atau amunisi US$ 84,2 juta atau naik signifikan 137,58 persen di Desember 2016.
Kemudian impor kapal laut dan bangunan terapung US$ 83,1 juta atau naik 103,36 persen, serelia US$ 67,3 juta atau 35,80 persen, serta daging hewan US$ 50,9 juta atau 68,41 persen di akhir tahun lalu dari berbagai negara.
Sementara itu, total impor sepanjang 2016 mencapai US$ 135,7 miliar atau turun 4,94 persen dari Januari-Desember 2015 yang senilai US$ 142,7 miliar. Impor terbesar ke Indonesia berasal dari China sebesar US$ 30,69 miliar dengan pangsa pasar 26,24 persen, kemudian disusul Jepang 11,09 persen senilai US$ 12,97 miliar, dan Thailand US$ 8,6 miliar atau 7,36 persen.
"Sedangkan impor dari negara ASEAN 21,46 persen atau US$ 25,09 miliar dan 9,11 persen atau senilai US$ 10,66 miliar dari Uni Eropa," terang Suhariyanto.
Advertisement
Impor non migas
Adapun 10 golongan barang impor non migas utama Indonesia dari negara lain di Januari-Desember 2016 dengan total US$ 70,74 miliar, yakni:
1. Mesin-mesin atau pesawat mekanik senilai US$ 21,08 miliar.
2. Mesin atau peralatan listrik senilai US$ 15,42 miliar.
3. Plastik dan barang dari plastik US$ 7 miliar.
4. Besi dan baja US$ 6,18 miliar.
5. Kendaraan dan bangunannya US$ 5,30 miliar.
6. Bahan kimia organik US$ 4,79 miliar.
7. Serelia US$ 3,20 miliar.
8. Benda-benda dari besi dan baja US$ 2,93 miliar.
9. Ampas atau sisa industri makanan US$ 2,48 miliar.
10. Gula dan kembang gula US$ 2,37 miliar.
Sedangkan beberapa golongan barang impor non migas yang cukup tinggi nilainya di tahun lalu:
1. Perangkat optik senilai US$ 2,35 miliar
2. Kapal laut dan bangunan terapung US$ 990,2 juta
3. Perhiasan atau permata US 894,6 juta
4. Daging hewan US$ 579,6 juta
5. Senjata atau amunisi US$ 558,3 juta
Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, impor non migas yang paling signifikan gula dan kembang gula dari Thailand. Akan tetapi, paling tinggi impor mekanik, seperti laptop dan peralatan listrik ponsel.
"Ponsel itu volume naik, tapi harganya turun tajam. Jadi nilainya turun, ponsel makin banyak diminati dengan harga murah. Itu dari China segala macam merek. Mungkin dia obral supaya kita senang dengan ponsel impor buatan China," jelas dia.
Advertisement