Sukses

Kelonggaran Ekspor Mineral Kena Gugat, Ini Kata Wamen ESDM

Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 soal ekspor mineral mendapatkan gugatan karena dinilai menyalahi konstitusi.

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan pemerintah memperpanjang kelonggaran ekspor mineral olahan (konsentrat) mendapat gugatan, karena dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang mineral dan batu bara (minerba).

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar buka suara perihal ini.

Dia menegaskan jika kebijakan pemerintah terkait dengan pemberian kelonggaran ekspor mineral konsetrat sudah berdasarkan kajian yang matang. "Apapun yang kita keluarkan sudah berdasarkan review yang sangat dalam," kata Arcandra, di Jakarta, Kamis (19/1/2017).

Terkait dengan gugatan, Arcandra mengaku ingin mempelajari terlebih dulu tujuan gugatan tersebut. Dia menganggap hal tersebut merupakan hal yang lumrah, karena Indonesia merupakan negara demokrasi, dan sudah memiliki jalurnya.

"Kita adalah negara demokrasi. Ada jalur-jalur, kalau yang menggugat ada jalurnya," ucap Arcandra.

Menurut Arcandra, jika ada pihak yang menggugat, pihaknya siap menjelaskan tujuan penerbitan kebijakan ekspor mineral olahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 beserta turunannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 dan 6 tahun 2017.

"Kita dalam hal ini pemerintah juga siap untuk menjelaskan maksud Peraturan Pemerintah dan Paraturan Menteri yang diterbitkan‎," terang dia.

Arcandra mengungkapkan, dalam waktu dekat instansinya akan menerbitkan dua Peraturan Menteri ESDM, sebagai petujuk teknis pelaksanaan hilirasi, turunan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.

‎"Yang jelas satu Peraturan Pemerintah, dua Peraturan Menteri. Kemudian dua Peraturan Menteri lagi akan kita keluarkan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1. secepatnya ya akan kita keluarkan," tutur dia.

Sebelumnya, Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri mendapatkan gugatan karena dinilai menyalahi konstitusi. Padahal, peraturan tersebut baru diterbitkan pemerintah.

Gugatan tersebut diajukan Koalisi Masyarakat Sipil, pada pekan depan ke Mahkamah Agung (MA). Koalisi ini saat ini sedang menyusu naskah gugatan uji materil.

"Saya sedang susun naskah gugatan uji materil‎, insyaallah pekan depan (gugatan diajukan)," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Ahmad Redi, ‎pekan lalu.

Menurut Ahmad, rencana pengajuan gugatan tersebut‎ dilatar belakangi pemberian perpanjangan izin ekspor untuk bauksit dan nikel mentah.

Kebijakan ini dinilai tidak sesuai denganUndang-Undang Nomor 4 Tahun2009, tentang Mineral dan Batubara (Minerba) dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 10 PUU-VII/2014 atas gugatan terhadap UU Minerba tersebut.

"Kita fokus ke relaksasi nikel dan bauksit, karena bertentangan dengan putusan MK,"‎ ungkapnya.

Ahmad melanjutkan, latarbelakang lainnya adalah perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dinilai cacat hukum.

Dalam Undang-Undang Minerba untuk merubah status harus melalui proses menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN) kemudian diubah menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Selain itu ditawarkan ke BUMN. Apabila BUMN tidak berminat maka ditawarkan ke badan usaha swasta secara lelang untuk mendapatkan IUPK.(Pew/Nrm)