Sukses

Pabrik Petrokimia Senilai Rp 20 Triliun Bakal Berdiri di Papua

Pembangunan industri petrokimia di Timur Indonesia itu seiring dengan instruksi Presiden Jokowi dalam pemerataan pembangunan di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pupuk Indonesia dan Ferrostal akan membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat dengan nilai investasi US$ 1,5 miliar atau setara dengan Rp 20 triliun (kurs Rp 13.300 per dolar AS). Pembangunan industri petrokimia di Timur Indonesia itu seiring dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemerataan pembangunan di Indonesia.

Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto mengapresiasi kerja sama Pupuk Indonesia (BUMN) dan Ferrostaal, perusahaan asal Jerman dalam penelitian pengembangan pabrik petrokimia senilai US$ 1,5 miliar di Teluk Bintuni, Papua Barat.

"Kedua belah pihak berkomitmen memberikan data-data komprehensif yang dimiliki terkait protek pengembangan pabrik petrokimia, seperti data teknis, keekonomian, pasar, dan lainnya," kata Airlangga dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (22/1/2017).

Untuk diketahui, Teluk Bintuni kaya dengan gas sebagai bahan baku utama industri petrokimia. Industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang akan mendapatkan penurunan harga gas sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

"Kami akan mendukung alokasi gas dengan harga terjangkau yang akan ditentukan,” tegas Airlangga.

Kemenperin mencatat, pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni mempunyai beberapa alasan, antara lain potensi gas bumi di kawasan tersebut yang sudah diidentifikasi sebesar 23,8 triliun standar kaki kubik (TSCF).

Sebanyak 12,9 TSCF sudah dialokasikan untuk 2 train liquefied natural gas (LNG), dan sisanya sebesar 10,9 TSCF untuk 1 train LNG. Selain itu, ditemukan cadangan baru sebesar 6-8 TSCF.

“Terdapat dua sumber gas potensial, yaitu di proyek Tangguh dan di blok eksplorasi Kasuri yang berada di selatan Tangguh sampai Kabupaten Fakfak,” ungkap Airlangga.

Adanya peluang tersebut, diharapkan segera muncul keputusan untuk memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan yang akan membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni.

Potensi gas yang tersedia juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri amonia untuk mendukung industri urea dan bahan baku industri metanol di industri pusat olefin. Selain itu, program hilirisasi di sektor petrokimia berdampak luas pada peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Direktur Investasi Pupuk Indonesia, Gusrizal memastikan, ketertarikan perusahaan membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni, dengan memanfaatkan alokasi gas pada area tersebut. Rencananya, perusahaan ingin membangun industri pengolahan gas bumi menjadi metanol, etilena, polipropilena, dan polietilena.

"Melalui kerja sama ini, kami akan berperan sebagai lead role dan akan berhubungan dengan instansi terkait perihal alokasi dan harga gas,” ujarnya.

CEO Ferrostaal, Klaus Lesker menambahkan telah menyatakan komitmennya melakukan penyertaan modal kepada perusahaan patungan untuk sebuah proyek dan kerja sama dengan mitra bisnisnya dalam pengembangan industri pertrokimia.

"Kami mempunyai pengalaman serta pengetahuan mengenai pembentukan, pembangunan dan pendanaan proyek industri petrokimia dengan skala besar," jelasnya.