Liputan6.com, Jakarta - Para Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk masa jabatan 2017-2022 tengah dilakukan seleksi. Seleksi langsung dipimpin Menteri Keuangan RI Sri Mulyani.
Banyak tantangan yang harus dihadapi para anggota dewan komisioner OJK yang bari nantinya. Seperti salah satunya mencegah terjadinya kembali krisis keuangan yang bisa berdampak buruk terhadap kondisi ekonomi dan politik.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi menjelaskan, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh anggota DK OJK yang baru terkait stabilitas sistem keuangan. Pertama, ada risiko terjadinya gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri.
"Misalnya risiko capital outflows ketika US Fed Fund naik, mengakibatkan suku bunga di dalam negeri juga cenderung naik, sementara iklim dunia usaha masih belum pulih, pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan NPL di sistem Perbankan," kata Eric dalam keterangannya, Sabtu (28/1/2017).
Oleh karena itu, menurutnya, anggota DK OJK yang baru harus melakukan supervisi sistem finansial dan lembaga-lembaga keuangan domestik, baik perbankan maupun industri keuangan non bank (IKNB) secara pruden, dan kerjasama dan koordinasi rutin dengan BI, Kementerian Keuangan, dan LPS untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Risiko kedua adalah perkembangan inovasi keuangan, misalnya fintech yang jauh lebih cepat daripada regulasi yang ada. Oleh sebab itu, nantinya para anggota DK OJK harus meningkatkan kemampuan personil OJK dan rekrutmen tenaga profesional berpengalaman dari pasar finansial dan lembaga keuangan utk menjadi regulator dengan seleksi yang ketat.
Risiko ketiga adalah potensi terjadinya kejahatan finansial misalnya investasi bodong dan/atau manipulasi pasar oleh oknum pelaku pasar finansial (misalnya pengerekan/rigging suku bunga bank. Dengan demikian, anggota DK OJK harus melakukan supervisi secara pruden dan kerjasama dengan lembaga penegak hukum seperti unit ekonomi Polri.
Eric memandang, anggota DK OJK yang menjabat saat ini sudah melakukan upaya yang baik dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. "Yang perlu ditingkatkan adalah kecepatan OJK dalam membuat regulasi dan melakukan pengawasan terhadap inovasi-inovasivkeuangan baru, misalnya fintech," tambah dia.
Dia memberikan gambaran, krisis ekonomi di Indonesia seperti terjadi pada 1998, bermula dari buruknya sistem pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan khususnya sektor perbankan yang tidak mampu mencegah dampak krisis moneter dari negara lain.
Sejak OJK berdiri dan mulai memegang kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan pada 2014, kinerja dan stabilitas industri jasa keuangan khususnya perbankan berada dalam kondisi normal.