Liputan6.com, Jakarta - Setelah empat holding terbentuk, pemerintah kini tengah merampungkan pembentukan tujuh holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun pembentukan holding BUMN ini dinilai penuh dengan risiko jika dalam pelaksanaannya tidak benar-benar matang.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov mengatakan, pembentukan holding ini masih penuh dengan risiko lantaran‎ dalam regulasinya masih ada celah terjadinya pengalihan kepemilikan dari pemerintah ke swasta atau privatisasi.
"Kemudian apakah dengan pembentukan holding apakah akan menghilangkan peran pemerintah terutama terhadap anak usaha. Ketika BUMN menjadi anak usaha di bawah induk, mereka pada akhirnya akan mengikuti Undang-Undang (UU) PT (Perseroan Terbatas), hanya induknya yang menggunakan UU‎ BUMN. Ketika UU PT, tidak ada lagi fungsi pengawasan dari pemerintah. Itu masih jadi pertanyaan," ujar dia di Kantor INDEF, Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dengan hilangnya kewenangan pemerintah untuk melakukan pengawasan, lanjut Abra, saat proses bisnis BUMN tersebut berjalan baik untuk restrukturisasi atau penjualan saham, maka tidak perlu lagi persetujuan pemerintah atau DPR. Hal ini sangat memungkinkan kepemilikan sahamnya beralih dari pemerintah ke swasta.
"Dan membuka kemungkinan peralihan ini akan jatuh di swasta asing‎. Kalau swasta domestik oke lah masih dianggap baik. Tapi tidak ada pagar pengalihan ini untuk ke swasta asing. Karena UU investasi juga memperbolehkan asing memiliki saham BUMN," kata dia.
‎
Abra menuturkan, sebelum holding ini resmi terbentuk, pemerintah harus bisa menjamin jika dari pembentukan holding ini anak usaha tidak beralih ke swasta asing. Pemerintah pun harus bisa menunjukkan jaminan tersebut.
"Dengan anak usaha tidak dikendalikan pemerintah dalam pemilihan direksi dan komisaris akan secara otonom menentukan sendiri. Ketika susunan direksi tidak merepresentasikan perwakilan pemerintah dan apalagi BUMN itu bertindak sebagai social oriented, apakah bisa menjadi BUMN itu bisa menjalankan fungsi negara?," kata dia.
Oleh sebab itu, kata dia, selama belum ada regulasi yang jelas, pembentukan holding BUMN masih memiliki risiko yang tinggi. Kecuali pemerintah bisa menjamin jika risiko-risiko tersebut tidak akan timbul di kemudian hari.
"Untuk saat ini masih banyak risikonya, celahnya. Makanya itu harus dihilangkan celah-celah itu," ujar dia.