Sukses

Menperin: TPP Bakal Macet ‎Tanpa AS

Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk mundur dari Trans-Pasific Partnership (TPP).

Liputan6.com, Jakarta - Pasca keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J. Trump menarik kemitraan dari kerja sama Trans Pacific Partnership (TPP), nasib pakta ‎perdagangan bebas ini seperti di ujung tanduk. Pemerintah memperkirakan kemitraan dagang antar 12 negara tersebut terancam mandek tanpa keterlibatan AS.

"TPP sulit berjalan tanpa AS, karena penggerak utamanya adalah ekonomi AS. Berbagai negara belum berani mengambil sikap," tegas Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Menurutnya, 11 negara mitra TPP diperkirakan tidak akan melanjutkan perjanjian dagang ini tanpa AS. Sebanyak 11 negara tersebut, yakni Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.‎ "Apabila AS tidak ikut, negara lain agak enggan melanjutkan," ucap Airlangga.

Tidak ada kerugian ‎bagi Indonesia dengan keluarnya AS dari TPP. Sebab Indonesia baru sebatas rencana untuk bergabung menjadi anggota TPP. "Tidak ada hal yang dirugikan, kan Indonesia belum jadi bagian dari TPP," ujarnya.

Pemerintah, sambung Airlangga, perlu melakukan pendekatan bilateral dengan AS supaya tetap bisa mengekspor produk-produk tekstil maupun komoditas ke Negeri Paman Sam.

"Makanya kita perlu melakukan perundingan bilateral, agar tekstil kita, seperti alas kaki, produk makanan, dan lainnya supaya tetap bisa ekspor," papar dia.

Sebelumnya pada 24 Januari 2017, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk mundur dari Trans-Pasific Partnership (TPP). Kesepakatan perdagangan 12 negara itu adalah salah satu warisan terpenting Presiden Obama terhadap kebijakannya di Asia.

"Ini adalah hal penting yang baru saja kita lakukan demi pekerja Amerika," kata Trump seperti dikutip dari BBC, Selasa (24/1/2017). Perintah eksekutif Trump atas TPP adalah sebagian dari langkah simbolis sejak kesepakatan itu belum diratifikasi oleh Kongres.

Selama kampanye presiden, ia mengkritik kesepakatan itu sebagai "berpotensi membahayakan negara kita" dengan alasan merugikan manufaktur AS.

Tujuan dari TPP adalah untuk memperkuat kerja sama dan pertumbuhan ekonomi, termasuk mengurangi tarif, menerapkan langkah-langkah untuk standar perburuhan dan lingkungan, hak cipta, paten dan perlindungan hukum lainnya

Perjanjian tersebut didukung berat oleh bisnis AS serta dirancang untuk berpotensi menciptakan pasar tunggal baru menyaingi dengan Uni Eropa.

Langkahnya ini meningkatkan spekulasi terkait masa depan kerja sama North American Free Trade Agreement (Nafta) yang telah berusia 17 tahun. Melansir dari The Guardian, ada laporan bahwa Trump akan menandatangi perintah eksekutif lainnya pada senin mendatang untuk memulai negosiasi dengan Kanada dan Meksiko. (Fik/Gdn)