Liputan6.com, Jakarta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia di kuartal IV-2016 dalam kondisi normal. Baik dari sisi moneter, fiskal, hingga penjaminan simpanan.
Laporan tersebut diputuskan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati; Gubernur BI, Agus Martowardojo; Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad; dan Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah usai menggelar rapat KSSK pada Selasa (31/1/2017). Saat itu, rapat berlangsung sejak pukul 19.00-24.00 WIB.
Sri Mulyani dalam Konferensi Pers, mengatakan, hasil rapat KSSK membahas kondisi stabilitas sistem keuangan kuartal IV-2016 dan tinjauan 2017, perkembangan penyusunan peraturan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), pelaksanaan program asesmen sektor keuangan (Financial Sector Assessment Program/FSAP), serta rencana kegiatan KSSK tahun 2017.
Advertisement
"Kami menyimpulkan sampai akhir 2016, di kuartal IV-2016, kondisi stabilitas sistem keuangan dalam kondisi normal," tegasnya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Baca Juga
Lanjut Sri Mulyani, kesimpulan ini dari hasil penilaian terhadap perkembangan moneter, fiskal, makroprudensial, Sistem pembayaran, pasar modal, pasar SBN, perbankan, lembaga keuangan non bank, dan penjaminan simpanan.
KSSK sepakat meningkatkan koordinasi yang lebih baik antar anggota KSSK, antara lain melalui program capacity building berupa pertukaran pegawai antarlembaga (exchange program). KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada April 2017.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengungkapkan, stabilitas sistem keuangan di tahun lalu normal ditopang dari kinerja lembaga keuangan, khususnya di sektor perbankan yang cukup baik.
"Pertumbuhan kredit perbankan di tahun lalu tidak seperti yang diharapkan. Tapi kami optimistis geliat pemberian kredit, terutama
dalam rupiah masih cukup tinggi," tuturnya.
Dari datanya, kata Muliaman, secara year to date, penyaluran kredit tumbuh 7,87 persen pada tahun lalu. Penyaluran kredit dalam rupiah 9,15 persen dan valas 0,92 persen.
Selanjutnya, realisasi dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh lebih besar dari pertumbuhan kredit, yakni 9,6 persen. DPK dalam denominasi rupiah tumbuh tinggi sebesar 11,63 persen, sedangkan dalam valas mencatatkan pertumbuhan negatif 0,3 persen.
"Pertumbuhan DPK terjadi September, Oktober, November2016, karena kontribusi dari pengampunan pajak (tax amnesty). Banyak dana repatriasi masuk dan di parkir sementara di perbankan," dia memaparkan.
Muliaman lebih jauh menerangkan, dari total dana repatriasi, sebesar 71 persen masih mengendap di bank, sedangkan sisanya 29 persen terbagi di pasar modal, asuransi, dan lainnya. Sementara 11 persen di sektor lain.
"Ini tandanya dana repatriasi sudah ada yang keluar dari sektor keuangan. Kami dan gateway akan terus memantau dana repatriasi ini mengendap selama 3 tahun di Indonesia, dan diyakini masuk ke sektor produktif di sektor keuangan dan non keuangan," papar dia.
Dari sisi kredit bermasalah atau Non Performing Loan/NPL, diakui Muliaman mengalami penurunan di 2016. "Sampai akhir Desember lalu, tingkat NPL gross turun menjadi 2,93 persen dan nett 1,2 persen," ucapnya. (Fik/Gdn)