Liputan6.com, Jakarta DPR menilai Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) menjadi pihak yanng bertanggung jawab atas dualisme kepemimpinan, antara Direktur Utama (Dirut) dan Wakil Dirut di tubuh Badan Usaha Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Permasalahan itu akhirnya berujung pada pencopotan dua pimpinan Pertamina saat kinerja perusahaan tengah bersinar.
"Itu kan domain Dewan Komisaris. Dewan Komisaris tentu harus bertanggungjawab atas hal ini," tegas Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (5/2/2017).
Baca Juga
Menurut dia, Dewan Komisaris Pertamina semestinya dapat meredam konflik atau masalah di tubuh Pertamina. Kemudian memastikan bahwa manajamen perusahaan dapat berjalan secara optimal.
Advertisement
Sebab Satya menyayangkan, Pertamina harus berganti kepemipinan di saat kinerjanya membumbung tinggi.
Dari data laporan keuangan, Pertamina berhasil membukukan laba bersih mencapai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 40 triliun di 2016. Diakui Satya, realisasi tersebut pertama kalinya dalam sejarah Pertamina, bahkan mengalahkan Petronas yang hanya mampu meraup keuntungan US$ 1,6 miliar.
"Kalau ada konflik pribadi atau miss komunikasi, peranan dari Dewan Komisaris harus bisa meredamnya. Komisaris juga harus bisa membuat manajemen korporasi berjalan optimal. Pertamina kinerjanya lagi bagus kok, ada pergantian, ini kan anomali," papar dia.
Satya menjelaskan, selama ini keberadaan posisi Wadirut dalam struktur organisasi Pertamina tidak mengganggu kinerja perusahaan. Hal tersebut didukung pembagian kerja atau tugas yang benar antara Dirut dan Wadirut.
"Sudah beberapa kali Pertamina punya Wadirut, tidak ada masalah tuh, karena pembagian tugasnya benar. Kalau yang kemarin saya dengar ada yang janggal dalam pembagian kerja. Itu tidak lepas dari jangkauan yang harus diawasi Dewan Komisaris," dia menuturkan.
Dirinya menilai, posisi Wadirut di Pertamina tetap harus ada seiring tingginya tuntutan dan tantangan perusahaan. Namun supaya tidak mengulang kejadian serupa, tentu harus ada pembagian kerja yang jelas.
"Itu (Wadirut) tuntutan korporasi. Kalau diperlukan tidak jadi masalah. Yang menjadi masalah, pembagian kerja Dirut dan Wadirut yang ganjil, seakan-akan mengkebiri kewenangan Dirut," tandas Satya. (Fik/Nrm)