Sukses

Pengusaha Ini Jual Perusahaan demi Menolong Remaja Bermasalah

Paul Muratore, CEO Talent Partners telah menjadi mentor bagi remaja laki-laki.

Liputan6.com, Jakarta - Hidup bukan hanya untuk diri sendiri tetapi bermanfaat bagi sesama. Ketika seseorang sudah berada di puncak keberhasilan mungkin itu tujuannya sudah tercapai. Hal ini berbeda dengan pengusaha asal Amerika Serikat (AS).

Saat Paul Muratore berkata kepada temannya untuk pensiun, hal itu mengejutkan teman-temannya. Bahkan temannya mengatakan kalau dia sudah "gila".

Dia menghabiskan waktu kerja di industri media dan film. Ia memiliki 250 pegawai. Muratore adalah Chief Executive Officer (CEO) dan Presiden Direktur Talent Partners, yang merupakan agensi periklanan. Perusahaan Muratore memiliki tagihan sekitar US$ 900 juta atau sekitar Rp 11,99 triliun per tahun (asumsi kurs Rp 13.332 per dolar Amerika Serikat). Dia menjual perusahaannya pada 2015.

"Saya memiliki pekerjaan yang sangat diimpikan dan perusahaan besar dengan banyak tanggung jawab," ujar dia.

"Dengan menjual perusahaan membuat saya merdeka secara keuangan dan tidak harus bekerja. Saya siap untuk itu. Ini menyenangkan," tambah dia seperti dikutip dari laman Marketwatch, Rabu (8/2/2017).

Pria berusia 56 tahun ini tinggal di Briarcliff Manor, New York dengan istri dan dua anak perempuannya. Lebih dari 30 tahun ia telah menjadi mentor bagi 30 remaja laki-laki di Children's Village. Sebuah pusat rehabilitasi milik pemerintah bagi anak muda, di Dobbs Ferry, New York.

Children's Village terlihat seperti kampus dan mencolok dari jalan. Children's Village melayani 350 anak dalam suatu waktu, dan hampir 10 ribu per tahun. Children's Village memiliki banyak gedung administrasi, gym dan kolam renang, serta 30 tempat tinggal untuk anak-anak tersebut.

Ada pun anak-anak tersebut berasal dari korban perceraian dan yatim piatu. Ada pun children's village adalah salah satu organisasi amal tertua di Amerika Serikat (AS), yang sekitar 90 persen dananya berasal dari pemerintah AS.

Sebelum ia pensiun, ia setiap hari pergi ke Manhanttan untuk bekerja, dan sekali seminggu bertemu dengan para anak remaja yang di bawah asuhannya.

Saat masa transisi penjualan perusahaannya, ia pun mendirikan program "Connections", suatu program yang didanai swasta. Program ini akan menempatkan mentor dengan para remaja untuk masa transisi dalam tahap kehidupannya. Connections membantu para remaja saat meninggalkan Children's Village dan menemukan mentornya.

Mentor ini terdiri dari para relawan. Dana yang dia raih akan digunakan untuk melatih para mentor, biaya perjalanan dan kegiatan sosial lainnya.

Seperti diketahui, anak muda berisiko yang memiliki mentor akan melanjutkan kuliah ke jenjang universitas ketimbang tanpa mentor. Sekitar 45 persen anak muda berisiko dengan mentor akan masuk kuliah, sedangkan 29 persen tanpa mentor tidak melanjutkan sekolah. Ini berdasarkan studi yang dilakukan pada 2014 terhadap pemuda berusia 18-21 tahun.

Selain itu, anak muda berisiko yang memiliki mentor juga kemungkinan besar menjadi sukararelawan dalam komunitasnya.

"Sistem ini berjalan. Anak-anak semakin dibantu dan sistem jaringan pengaman pemerintah pun berjalan, tapi ini tidak bertransformasi," ujar Jeremy Kohomban, Presiden Direktur Children' Village.

2 dari 2 halaman

Buat Remaja Bermasalah Punya Masa Depan

Connections sudah berjalan satu tahun, Muratore pun sudah menghubungkan 20 mentor dengan 20 remaja. Ia berharap jumlah tersebut dapat bertambah empat kali lipat dalam lima tahun. Program tersebut juga dapat berlangsung secara nasional.

"Ada begitu banyak elemen dalam hidup kita yang perlu dipertahankan, perawatan kesehatan, spritual, emosional yang baik, rumah dan pendidikan," ujar dia.

Bila seseorang tidak memiliki unsur dari kehidupan tersebut, menurut Muratore dapat membuat seseorang menjadi kurang stabil.

"Connections berbeda dari program mentoring lainnya. Kami tinggal bersama dengan ketika mereka bergerak menuju titik rentan dalam kehidupan anak muda tersebut. Program mentoring ini sama seperti program nasional Big Brother, Big Sisters of America yang fokus pada usia 6-18 tahun. Para remaja itu tidak memiliki contoh teladan," kata dia.

Muratore telah melihat perubahan dari anak-anak yang dibimbingnya. Anak-anak tersebut mudah melakukan kontak mata dan percaya terhadap mentornya. Bahkan cenderung lebih terbuka.

"Mereka mulai tersenyum, dan percaya dalam sebuah hubungan. Mungkin mereka masih sedih dan menunjukkan hal frustasi dalam hidup mereka," kata Muratore.

Seorang mentor menurut Muratore adalah sosok yang unik dalam kehidupan mereka. Mentor yang tidak dibayar untuk menghabiskan waktu bersama remaja tersebut. Hal ini awalnya sulit dipahami oleh remaja tersebut.

Muratore  menceritakan, saat melewati Universitas Fordham bersama seorang remaja yang bermimpi menjadi pengacara tapi berpikir tidak mungkin. Muratore menceritakan kalau remaja tersebut berpikir tidak pernah bisa kesana.

Remaja itu pun berkata kalau dia memiliki sejarah menjadi anak asuh, dan pendidikannya buruk. Muratore menuturkan, kalau remaja itu melihat Muratore mengganggap hal itu mudah.Kemudian remaja itu pun pun lulus dari sekolah menengah umum (SMU) pada 2017.

"Perspektifnya terhadap dunia berubah. Remaja itu sekarang merasa kalau itu mungkin. Ini adalah keajaiban mentoring," tutur Muratore.

Muratore juga mengatakan, kalau pihaknya juga melakukan pemeriksaan hati-hati terhadap para mentor. Selain itu juga bagaimana mencocokan mentor dan anak asuhnya ke depan.

"Kami bekerja secara intensif dan memahami bagaimana perkembangan remaja dan anak muda. Para mentor juga diwawancarai bagaimana dengan kepentingan mereka dan pemeriksaan latar belakang mentor sebelum akhirnya dimauskkan dalam program," tutur Muratore.

Pensiun sebelum berulang tahun ke-60 adalah bagian rencana hidup Muratore. "Saya menjual bisnis kepada pemilik baru, dan memastikan transisi berjalan lancar. Kini saya pergi untuk menikmati paruh kedua hidup saya," ujar dia.

"Ini tujuan pribadi saya untuk melakukan sesuatu lebih dari filantropi. Saya punya panggilan untuk anak-anak terutama yang membutuhkan dan yang datang dari situasi yang menyakitkan," tambah dia.

Muratore pun tak menyesal dengan keputusannya untuk menjual perusahaan. Kini dia memiliki banyak waktu untuk menolong anak-anak yang tidak memiliki kesempatan seperti dia dalam hidup. "Teman-teman saya pun masih berpikir saya gila," ujar dia.