Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti berencana mengangkat harta karun bawah laut atau Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di perairan Natuna pada 2017. Pengangkatan barang-barang berharga di perut laut oleh pemerintah ini ditaksir menghabiskan dana hingga Rp 8 triliun.
Kasubdit Pengawasan Produk dan Jasa Kelautan KKP Halid Yusuf mengungkapkan, laut Natuna merupakan titik lokasi BMKT yang paling rawan terhadap pencurian atau penjarahan harta karun. Sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan meningkatkan pengawasan di laut tersebut.
"Karena sangat rentan dengan pengangkatan ilegal, Menteri Susi menginstruksikan supaya kami (PSDKP) mengintensifkan pengawasan dan mau tidak mau menyelamatkan BMKT dengan cara mengangkatnya," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Rabu (8/2/2017).
Advertisement
Halid mengatakan, di dasar laut Natuna tersimpan harta karun zaman Dinasti Ming dengan potensi nilai jual miliaran rupiah. Namun titik koordinat yang teridentifikasi BMKT di perairan tersebut rahasia untuk umum.
"Sudah dilakukan survei oleh Litbang KKP di sekitar perairan Natuna. Itu ada kapal tenggelam zaman Dinasti Ming dan banyak diincar oknum tertentu karena dari sisi ekonomi ditaksir miliaran rupiah. Tapi bagi kami, penyelamatan cagar budaya sangat penting," tegasnya.
Untuk diketahui, sejak 11 November 2011 sampai dengan saat ini, Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT (PANNAS BMKT) memberlakukan moratorium pemberian rekomendasi izin survei dan izin pengangkatan BMKT atau harta karun oleh swasta termasuk asing.
Baca Juga
Juga revisi Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) bahwa pengangkatan BMKT tertutup untuk asing.
Oleh karenanya, kata Halid, KKP masih menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) izin lokasi, izin pengangkatan, dan izin pengelolaan yang akan disahkan pemerintah awal tahun ini. Karena RPP itu menjadi landasan hukum kegiatan pengangkatan.
"Karena pemerintah tidak punya pengalaman mengangkat (BMKT), mengingat selama ini pihak swasta, maka kita harus persiapkan perangkat aturannya. Dalam waktu dekat, RPP ini akan disahkan menjadi PP," dia menerangkan.
Halid menuturkan, estimasi pengangkatan harta karun oleh pemerintah diperkirakan Rp 4 miliar-Rp 8 miliar di satu lokasi pengangkatan. Anggaran tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Estimasi pengangkatan harta karun oleh pemerintah tersebut lebih rendah dibanding perhitungan swasta untuk pengangkatan harta karun bawah laut yang mencapai US$ 4,5 juta-US$ 6,5 juta.
Jika dihitung dengan kurs rupiah Rp 13.300 per dolar AS, maka kebutuhan anggaran pengangkatan BMKT oleh swasta sekitar Rp 59,85 miliar-Rp 86,45 miliar.
"Kalau pemerintah yang ngangkat kan bisa lebih efisien sesuai kesanggupan anggaran. Kalau perhitungan swasta US$ 4,5 juta-US$ 6,5 juta lebih mahal untuk sewa kapal, bayar arkeolog yang menyelam, biaya angkut dari laut ke darat," jelas Halid.
Menurutnya, pemerintah terutama KKP akan terus meningkatkan pengawasan, terutama di lokasi BMKT yang menjadi incaran para
penjarah, seperti di Pulau Selayar dan Bangka Belitung.
"Pemerintah bicara anggaran Rp 4 miliar tentu saja beban berat. Makanya bagaimana barang (harta karun) tidak diangkat tapi aman di dalam laut. Kalaupun diangkat yang titik rawan saja dan hasilnya digunakan untuk mengisi museum pemerintah serta menjadi objek penelitian maupun pendidikan," ucap Halid.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, Sonny Logo mengaku belum mengetahui tentang anggaran pengangkatan BMKT oleh pemerintah.
"Tidak tahu, dia (KKP) sudah dikasih anggaran belum buat ngangkat. Kalau tidak ngajuin (anggaran), ya bagaimana," papar dia.
Sonny menambahkan, sejauh ini KKP sudah berkoordinasi dengan DJKN. Pihak Kemenkeu pun menyetujui pengangkatan BMKT oleh pemerintah. Sambungnya, pemerintah akan melihat manfaat biaya (cost benefit) dari pengangkatan harta karun tersebut.
"Kami sudah koordinasi, dan kami sih oke saja. Yang penting buat negara lebih ini (menguntungkan). Kami akan lihat cost benefit-nya karena konsepnya negara yang mau ngambil," ucapnya. (Fik/Gdn)