Liputan6.com, Jakarta - Bumi Papua memiliki sumber daya alam sangat besar. Salah satunya gas alam yang berada di perut Teluk Bintuni, Papua Barat yang dibor oleh BP Berau Ltd. Perusahaan mengoperasikan mega proyek LNG (Liquefied Natural Gas) Tangguh.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BP Berau mengajak Liputan6.com dan awak media lain untuk mengunjungi kilang LNG Tangguh yang mulai dibangun sejak Maret 2005 itu, Kamis (9/2/2017).
Perjalanan kami dimulai dari Jakarta, Bandara International Soekarno-Hatta (Soetta) dengan tujuan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar sekitar pukul 00.00 WIB.
Advertisement
Di sinilah awal petualangan kami dimulai.
Baca Juga
Pesawat lepas landas dari Soetta sekitar pukul 00.30 WIB. Selama perjalanan menuju Kota Daeng, perasaan kami diliputi rasa takut akibat turbulensi yang tiada henti karena cuaca buruk. Kilat yang nampak di sisi kanan pesawat semakin membuat suasana makin mencekam.
Setelah dua jam perut dikocok, kami tiba di Bandara Sultan Hasanuddin dengan selamat sekitar pukul 03.00 WITA. Perjalanan masih panjang, karena kami masih harus menunggu pesawat rute Bandara Domine Eduardo Osok, Sorong selama dua jam.
Pukul 05.00 WITA lewat, kami naik pesawat dengan bodi lebih kecil, jenis ATR ke bandara tersebut. Perasaan panik mulai muncul kembali karena Makassar dilanda hujan cukup lebat. Beruntung, hujan tidak berlangsung lama.
Berangkat menuju Sorong, langit masih gelap. Namun ketika fajar menyongsong, langit Sorong menampakkan keindahannya. Matahari mulai menyembul dari balik jendela pesawat. Kami tiba di Bandara Sorong pukul 09.00 WIT dan kami langsung disambut tim BP Berau yang akan mengantar kami ke lokasi LNG Tangguh. Kami masih harus menumpangi pesawat ATR ukuran lebih mungil untuk bisa sampai ke Bandara Babo, Papua Barat.
Dengan aturan yang lebih ketat, kami mendapat briefing mengenai keselamatan penerbangan dan mengenal singkat profil LNG Tangguh yang sudah menerapkan Operating Management System (OMS) karena proyek ini mengutamakan keselamatan, keamanan dan kesehatan lingkungan, serta menerapkan praktik-praktik operasional dan pemeliharaan yang ketat.
Pukul 10.00 WIT lebih, kami meluncur dari Bandara Sorong untuk rute Bandara Babo. Lagi-lagi, kami disuguhkan pemandangan cantik wilayah Indonesia Bagian Timur ini dengan hamparan pantai yang sedap dipandang mata.
Menempuh perjalanan 1 jam 15 menit, kami mendarat sekitar pukul 12.00 WIT di Bandar Udara Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Memasuki Bandara Babo, seperti bandara milik pribadi karena didominasi para pekerja BP Tangguh yang bolak balik. Ada yang ingin kembali bekerja, adapula yang akan menikmati jatah libur setelah berminggu-minggu berada di komplek LNG Tangguh.
Setelah beristirahat sejenak, perjalanan berlanjut dengan jalur darat. Mobil yang kami tumpangi membawa kami ke sebuah dermaga atau pelabuhan rakyat untuk melakukan petualangan baru menyusuri Teluk Bintuni menuju LNG Tangguh. Oh ya, Babo dulu pernah menjadi basis pertahanan terakhir tentara Jepang saat Perang Dunia II.
Masyarakat Babo sangat ramah dengan kedatangan kami. Dermaga ini cukup sibuk. Banyak masyarakat di Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni yang berdagang sirih, kepiting dan lobster segar. Saat kami menyambangi dermaga, ada kapal perintis yang membawa berbagai macam sembako, seperti mie instan, air mineral, dan kebutuhan pokok lainnya.
"Kapal perintis itu datang dari Sorong ke Babo. Memakan waktu sehari semalam, biasanya selain penumpang, kapal ini mengangkut kebutuhan pokok," kata salah seorang petugas keamanan di dermaga Babo yang enggan disebutkan namanya itu.
Perbincangan selesai. Waktunya naik kapal cepat (speedboat) membelah Teluk Bintuni untuk bisa sampai ke komplek LNG Tangguh. Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai ke sana. Akan tetapi faktanya, perjalanan kami memakan waktu hampir 2 jam karena ombak dan beberapa kali kapal tersangkut sampah sehingga harus memperlambat laju kapal.
Selama di kapal, kami menikmati pemandangan. Puas berfoto di bibir kapal, kami melihat kapal tanker Min Rong dari China untuk kontrak Fujian sedang mengisi muatan LNG atau gas alam cair. Prosesnya gas alam dari dua anjungan di Teluk Bintuni akan mengalir melalui pipa bawah laut menuju fasilitas proses LNG di Pantai Selatan Teluk. Kemudian, LNG akan di bawa ke pasar energi menggunakan tanker LNG.
"Volume proses dari gas alam ke gas cair 1:600 sehingga efisien dan bisa dibawa ke mana-mana," kata Kepala Unit Percepatan Proyek Tangguh Train 3 SKK Migas & Vice President Representative BPÂ Agoes Sapto rahardjo.
Menyelesaikan perjalanan hampir 2 jam, kami tiba di komplek LNG Tangguh sekitar pukul 15.00 WIT. Total jenderal perjalanan kami dari Jakarta sampai komplek LNG Tangguh mencapai 15 jam. Tiga kali naik pesawat, satu kali menumpangi speedboat, dan satu kali menaiki mobil.
Untuk diketahui, dua train atau kilang LNG Tangguh memiliki kapasitas produksi 7,6 juta ton per tahun. Dengan proyek train 3 yang akan beroperasi 2020, akan ada tambahan kapasitas 3,8 juta ton, sehingga total kapasitas akan mencapai 11,4 juta ton gas alam cair per tahun. (Fik/Gdn)