Sukses

Bos Garuda Indonesia Segera Temui Petinggi Rolls Royce, Kenapa?

Garuda Indonesia memiliki kerjasama dengan Rolls Royce terkait pembelian mesin pesawat.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berencana bertemu petinggi Rolls Royce pada pekan depan. Pertemuan ini untuk membicarakan kelanjutan kerjasama pasca mantan Direktur Utama GIAA Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Sebagaimana diketahui, Emirsyah Satar diduga terlibat kasus suap pembelian mesin pesawat.

"Kita masih dalam proses pembicaraan dengan Rolls Royce karena memang saya juga akan ketemu dengan CEO Rolls Royce minggu depan," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Senin (13/2/2017).

Namun, Arif tak membeberkan secara rinci pembicaraan yang dimaksud. Arif mengatakan, pembicaraan tersebut meliputi kerjasama dengan Rolls Royce ke depan.

"Tentang strategi bisnis Garuda Indonesia ke depan. Di dalamnya ada macam-macam ada kelanjutan, ada case-case yang terakhir. Kita melakukan pembicaraan yang baik," ungkap dia.

Sebelumnya, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah mengantongi bukti dugaan aliran dana suap yang menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ESA). Aliran dana tersebut diketahui melalui rekening ibu mertua Emir di Singapura.

"‎Iya (melalui rekening mertuanya), karena itu penyidik sedang dalami," ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Masuknya dana tersebut diketahui melalui perusahaan broker Connaught Internasional milik tersangka Soetikno Soedarjo (SS) dari perusahaan pengadaan mesin pesawat Rolls Royce.

Dari situ, mengalir kembali ke Connaught Internasional dan PT Mugi Rekso Abadi (MRA) yang juga milik Soetikno.

Penyidik KPK yang bekerja sama dengan PPATK dan lembaga anti korupsi Singapura, CPIB mengaku telah mengawasi aliran dana tersebut sejak satu tahun yang lalu. Pada Desember 2016 lalu, KPK sempat memeriksa Emir dan sang istri, Sandriana Abubakar.

Pemeriksaan tersebut dilakukan sebelum KPK menetapkan Emir sebagai tersangka saat ini. Dalam pemeriksaan saat itu, Emir mengaku sang mertua memiliki rekening di Singapura.

"Mereka sudah mengakui," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif belum lama ini.

Transaksi itu terjadi sepanjang 2009 sampai Mei 2012. Nilainya 1,2 juta euro dan US$ 2,18 juta atau setara dengan Rp 46 miliar.

Laode Syarif menduga, uang Rp 46 miliar itu untuk membeli kondominium di Singapura dan sejumlah properti untuk Emir dari Soetikno.

KPK juga menemukan, rekening Connaught Internasional yang mentransfer uang suap ke ibu mertua Emir atas nama Sallywati Rahardja. Sallywati diketahui merupakan manajer keuangan di dua perusahaan Soetikno itu.

Sallywati yang pernah diperiksa KPK pada Rabu 1 Februari 2017 telah dicegah pergi ke luar negeri oleh KPK. Pencegahan tersebut karena keterangan Sallywati sangat dibutuhkan oleh penyidik KPK.

Dalam dokumen yang dimiliki KPK dari SFO, lembaga antikorupsi di Inggris juga menyebut nama para petinggi PT Garuda Indonesia lainnya ikut menerima suap di perkara ini. Mereka adalah Hadinoto Soedigno dan Agus Wahjudi. Keduanya pun telah dicegah bepergian ke luar negeri.

Hadinoto adalah direktur teknik saat Emirsyah menjadi Direktur Utama Garuda. Pada 2006, ia menjabat Direktur Citilink. Adapun Agus saat kepemimpinan Emir menjabat sebagai Executive Project Manager PT Garuda Indonesia.

Meski begitu, pada perkara ini KPK baru menjerat dua orang tersangka. Mereka adalah Emirsyah dan pemilik Cannought sekaligus pendiri MRA yang kini menjadi Bos Ferrari Jakarta, Soetikno Soedarjo.(Amd/Nrm)