Sukses

Pembiayaan Proyek Strategis Rp 570 Triliun Tak Andalkan Dana APBN

Skema pembiayaan investasi non anggaran pemerintah untuk proyek strategis tersebut 100 persen swasta, dan tak andalkan pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menyatakan sejumlah proyek infrastruktur ‎senilai Rp 570 triliun akan dibangun dengan skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).

Dengan demikian, proses pembangunan infrastruktur tersebut tidak perlu lagi bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, sejauh ini infrastruktur yang telah masuk dalam perencanaan PINA antara lain jalan tol dengan nilai investasi Rp 300 triliun. Kemudian untuk pembangunan pelabuhan hub utama sekitar Rp 70 triliun, dan untuk pembangunan kilang minyak itu sekitar Rp 200 triliun.

"Jadi sekarang ini yang ada dalam pipe line sekitar Rp 570 triliun, kita dorong tanpa harus menggunakan APBN. Di dalam proyek strategis nasional nanti ada bagian yang lewat PINA, jadi yang tidak perlu dari anggaran pemerintah," ujar dia di Istana Negara, Jumat (17/2/2017).

‎Dia menjelaskan, pada tahun ini, pemerintah akan mendorong pembangunan 7 pelabuhan hub utama, yang di antaranya akan dibangun oleh Pelindo. Juga ada 1-2 unit kilang minyak Pertamina yang akan dibangun dengan skema pembiayaan ini.

"Itu nanti Pelindo butuh tambah modal juga. Kemudian kilang ada 1-2 kilang Pertamina yang akan juga didorong utk dicari tambahan modalnya. Kemudian yang dalam pipe line waktu dekat adalah jalan tol, artinya yang diluar (proyek tol) Waskita. Masih ada Jasa Marga masih ada yang lain. Ada beberapa yang akan kita kerjakan tahun ini," jelas dia.

Bambang menjelaskan, skema PINA ini sama sekali tidak melibatkan APBN. Hal tersebut berbeda dengan skema Kerja Sama Pemerintah-Badan Usaha (KPBU) yang masih memerlukan penjaminan dari pemerintah.

"Jadi artinya swasta masuk ke infrastruktur, kalau KPBU itu masih ada jaminan dari pemerintah. Yang PINA ini benar-benar 100 persen murni swasta tetapi kita fasilitasi supaya antara investor dengan investee-nya bisa ketemu. Proyek yang dikerjakan menjadi proyek prioritas," kata dia.

Dalam PINA ini, ada pihak ketiga, baik BUMN maupun swasta yang memberikan pinjaman dana untuk pembiayaan infrastruktur yang menjadi program prioritas pemerintah.

"Melalui‎ penyertaan saham. Jadi ini adalah lebih kepada equity financing, bukan deep financing. Artinya ada penyertaan saham dari pihak ketiga. Pihak ketiga ini kita sasar selain PT SMI, adalah pengelola dana jangka panjang khususnya dana pensiun dan asuransi jiwa," ungkap dia.

Dengan adanya skema PINA ini, lanjut Bambang, diharapkan proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang sifatnya jangka panjang tidak lagi sulit untuk mencari ‎pembiayaan. Sebab proyek-proyek tersebut biasanya baru selesai dalam jangka waktu 4-5 tahun sehingga butuh kepastian pembiayaan hingga rampung.

"Ini untuk 2017 dan seterusny karena kan proyek ini tahun ini baru mulai pada proses penyiapan tendernya, proses penyiapan menjadi proyek PINA. Tapi sebagai besar kan jadinya 4-5 tahun lagi. Yang penting dalam pipe line ada sekitar Rp 570 triliun yang bisa diinvestasikan oleh siapa pun, BUMN maupun swasta," tutur dia.