Sukses

Calon Dewan Komisioner OJK Boleh Pilih Dua Posisi Jabatan

Ada sejumlah kriteria yang menjadi penilaian untuk meloloskan 35 nama dalam seleksi tahap II Dewan Komisioner OJK.

Liputan6.com, Jakarta Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) memungkinkan adanya pergeseran posisi jabatan yang dipilih masing-masing calon. Sebab setiap calon anggota DK OJK diberikan dua pilihan posisi jabatan.

Anggota Pansel Calon Anggota DK OJK sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, apabila si calon tidak terpilih opsi jabatan pertama, maka dimungkinkan beralih ke posisi kedua.  
"Jabatan bisa dipindah atau tidak? Kalau sampai perlu dilakukan bisa. Tentu bisa dilihat. Kan pilihan ada dua (jabatan), jangan dikira cuma satu," ujar Darmin saat Konferensi Pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (1/3/2017).

Sementara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua Pansel sebelumnya mengatakan, ada sejumlah kriteria yang menjadi penilaian untuk meloloskan 35 nama dalam seleksi tahap II ini.

Pertama, terkait dengan pengalaman, keilmuan dan keahlian yang memadai.  Kedua, makalah yang dibuat oleh para calon anggota guna menilai kompetensi serta visi dan misi yang dimiliki calon.

Ketiga, rekam jejak yang mencakup masukan dari masyarakat dan informasi serta data dari lembaga-lembaga yang berwenang seperti catatan mengenai hasil fit and proper test di sektor industri jasa keuangan.

"Itu dari OJK, Bank Indonesia dan Bapepam-LK, dulu sebelum menjadi OJK," ujar dia.

Kemudian, catatan mengenai pelanggaran kode etik profesi, catatan proses penyidikan oleh lembaga yang berwenang seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan penyidik lain.

"Catatan mengenai laporan masyarakat kepada KPK mengenai indikasi perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme dan telah diverifikasi," kata dia.

Selain itu juga catatan KPK mengenai pemenuhan kewajiban pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), hasil analisis PPATK, catatan mengenai daftar kredit macet, catatan mengenai pelanggaran di bidang jasa keuangan, catatan mengenai pelanggaran sesuai informasi Inspektorat Jenderal kementerian/lembaga terkait.

"Serta catatan mengenai keterkaitan peserta dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," kata dia.(Fik/Nrm)