Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kemenetrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berdiskusi dengan PT Freeport Indonesia untuk memecahkan masalah kontrak. Dalam aturan pemerintah, setiap perusahaan tambang wajib mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Namun Freeport menolak hal tersebut.
Staf Khusus Menteri BUMN yang juga ditugaskan memproses divestasi saham Freeport Indonesia, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan apapun peraturan yang dipakai dasar Freeport Indonesia dalam menggali tambang, seharusnya saat ini mayoritas saham Freeport Indonesia sudah dimiliki Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau Freeport menggunakan Kontrak Karya (KK), pada 30 Desember 2011 mereka harusnya wajib divestasi 51 persen. Kalau IUPK maka pada 1985 mereka sudah wajib melakukan divestasi 51 persen dari sahamnya ke Indonesia," kata Budi Karya di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (3/3/2017).
Budi menjelaskan apa yang disampaikan tersebut memiliki dasar hukum masing-masing. Jika menggunakan KK, di pasal 24 ayat 2B yang di tanda tangani pada 30 Desember 1991 secara jelas ditulis Freeport harus divestasi 51 persen sahamya mereka ke Indoensia 20 tahun setelah ditandatangani.
Sedangkan jika berdasarkan IUPK, pada pasal 27 sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2017, dikatakan setelah 5 tahun perusahaan peroperasi harus didevesatsikan sahamnya bertahap dimana pada 10 tahun total yang didivestasikan mencapai 51 persen.
"Karena Freeport itu beroperasi pada 1975 seharusnya sudah divestasi 51 persen sahamnya ke Indonesia itu pada 1985," tegas Budi.
Maka dari itu, jika saat ini pemerintah memberikan kesempatan kembali kepada Freeport Indonesia untuk tetap beroperasi dan bisa melakukan ekspor dengan berbagai ketentuan, pemerintah sudah berbaik hati. (Yas/Gdn)