Liputan6.com, Jakarta Harga minyak melonjak pada Jumat (Sabtu pagi WIB) ditopang pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang mendorong pembelian minyak.
Namun investor tetap berhati-hati setelah angka produksi Rusia menunjukkan ketidakkepatuhan terhadap kesepakatan global untuk memangkas produksi minyak.
Advertisement
Baca Juga
Dilansir dari Reuters, Sabtu (4/3/2017), harga minyak Brent yang jadi patokan dunia ditutup naik US$ 82 sen atau 1,5 persen menjadi US$ 55,9 per barel. Sedangkan harga minyak acuan AS, West Texas Intermediate naik US$ 72 sen atau 1,4 persen menjadi US$ 53,33 per barel.
Harga minyak menguat di akhir sesi karena dolar AS melemah usai pidato Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed Janet Yellen yang memberi sinyal akan menaikkan suku bunga acuan pada pertengahan bulan ini. Indeks dolar turun 0,7 persen.
Perusahaan jasa energi, Baker Hughes melaporkan penggunaan rig dalam pengeboran AS bertambah tujuh rig sehingga total menjadi 609 rig.
Pelemahan nilai tukar dolar AS cenderung mengangkat harga minyak, karena perdagangan minyak global dilakukan dengan mata uang dolar. Pelemahan dolar AS membuat minyak lebih murah jika dibeli dengan mata uang negara lain sehingga meningkatkan permintaan.
Keuntungan minyak dibatasi oleh keprihatinan atas kepatuhan negara produsen di luar Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan kesepakatan global untuk menekan kelebihan pasokan. Produksi minyak Rusia pada Februari tidak berubah dibanding Januari yaiitu di kisaran 11,11 juta barel per hari (bph).
Data resmi AS juga menunjukkan persediaan minyak mentah di konsumen minyak terbesar dunia naik untuk delapan minggu berturut-turut ke rekor 520,2 juta barel.
Dalam upaya untuk mempertahankan permintaan untuk minyak, eksportir top dunia Arab Saudi telah memotong harga untuk pengiriman minyak mentah ke Asia pada April.