Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa melambung hingga Rp 13.800. Hal itu terjadi jika Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sampai 2 persen dan diikuti oleh kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Anton Gunawan menerangkan, apabila Bank Sentral AS menaikan suku bunga sampai 1,5 persen tak memberikan dampak besar pada nilai tukar mata uang.
"Yang perlu dipantau selain Fed fund rate (FFR), US Treasury (surat berharga AS) bertenor 10 tahun. Kalau bicara insterest rate differential kalau hanya bench mark FFR gap-nya masih lumayan 4,75 persen sementara kalau naik 1,5 masih 3 kali masih ada 325 basis poin masih relatif OK," kata dia di Plaza Mandiri Jakarta, Senin (6/2/2017).
Advertisement
Baca Juga
Namun, Anton mengatakan jika suku bunga AS naik disertai kenaikan imbal hasil surat utang akan memberikan risiko lebih besar. Itu akan memicu permintaan dolar AS dan membuat rupiah melemah.
"Kecuali kalau dia ke arah 2 persen FFR atau ke atas, kemudian juga diikuti kenaikan US Treasury 3 persen sekarang 2,4 persen akan meningkat sedikit banyak," ujar dia.
Dia mengatakan, dengan kondisi itu rupiah bisa tembus Rp 13.800 per dolar AS. Tapi, itu sulit dilakukan lantaran pemerintah AS ingin memacu pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Rupiah mungkin bisa naik Rp 13.800 per dolar AS. Tapi untuk mencapai ke sana dengann kebijakan Trump mendorong ekonomi domestik kalau bisa jangan terlalu cepat," ujar dia.
Apalagi, beredar kabar adanya pergantian komite The Fed yang memungkinkan kenaikan suku bunga secara masif berkurang.
"Ada yang bilang, ini pergantian Fed committee, kelihatannya beberapa yang masuk dovish kenaikan yang cepat akan berkurang," ujar dia.