Liputan6.com, Jakarta Sejumlah nama besar masuk dalam lingkaran dugaan korupsi KTP elektronik atau e-KTP, di antaranya Gamawan Fauzi, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali sampai dengan Ganjar Pranowo. Bahkan, dana haram tersebut diduga mengalir ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya pernah memanggil tiga PNS Ditjen Anggaran Kemenkeu sebagai saksi dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Mereka adalah Asniwarti, Indra Satia, dan Asfahan.
Menanggapi kasus yang menyeret anak buahnya tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu Askolani angkat bicara. Dia memastikan bahwa Kemenkeu tengah melakukan investigasi internal terhadap ketiga PNS tersebut.
Advertisement
"Di KPK infonya sudah diklarifikasi langsung pegawai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sejalan dengan itu, juga diinvestigasi oleh unit kepatuhan hukum di Ditjen Anggaran, dan saat ini akan diinvestigasi oleh Inspektorat Jenderal (Itjen)," jelas Askolani saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Baca Juga
Askolani mengatakan, pihaknya tak segan-segan akan menindak tegas pegawai Kemenkeu apabila benar-benar terbukti menerima suap atau melakukan praktik korupsi terkait e-KTP. "Bila terbukti (bersalah), maka akan ditindak secara tegas," katanya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat dimintai tanggapan mengenai banyaknya pejabat yang terseret dalam pusara dugaan korupsi pengadaan e-KTP mengaku belum mengetahuinya. "Tidak tahu. Saya belum baca dan belum sempat lihat," dia menuturkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Sugiharto didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam kasus e-KTP.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis 9 Maret 2017.
Jaksa juga menyebut perbuatan mereka bertujuan memperkaya orang lain, di antaranya Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Drajat Wisnu Setyawan bersama enam anggota panitia pengadaan. Kemudian, Husni Fahmi beserta lima anggota tim teknis.
Lalu disebut dalam dakwaan kasus e-KTP itu sejumlah tokoh, yaitu Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Taufik Effendi.
Kemudian, Teguh Juwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, dan Agun Gunanjar.
Ada pula nama Ignatius Mulyono, Maryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramain, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna Laoly, dan 37 anggota Komisi II lain.
Kemudian juga memperkaya korporasi, yakni Perusahaan Umum Percetakan Negara (Perum PNRI), PT Len Industri, Pt Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo dan Managemen Bersama Konsorsium PNRI.
Hal itu merugikan keuangan negara sebesar Rp 2.314.904.234.275 dalam proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012. (Fik/Gdn)