Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat seiring dolar Amerika Serikat (AS) melemah usai keputusan bank sentral AS atau the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga.
Selain itu, kenaikan harga minyak juga didukung data pemerintah AS menunjukkan pasokan minyak AS turun untuk pertama kali dalam 10 minggu.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April naik US$ 1,14 atau 2,4 persen menjadi US$ 48,86 per barel di New York Mercantile Exchange. Sebelumnya harga minyak sentuh level di atas US$ 49 per barel.
Sedangkan harga minyak Brent untuk Mei menguat 89 sen atau 1,8 persen menjadi US$ 51,81 per barel. Kenaikan harga minyak WTI didorong data yang menunjukkan penurunan tak terduga stok minyak mentah AS.
Baca Juga
Ditambah sentimen positif dari kenaikan suku bunga bank sentral AS sekitar 25 basis poin (bps), dan memberikan sinyal kenaikan dua kali lagi pada tahun ini.
Usai pengumuman kenaikan suku bunga, indeks dolar AS susut 1,17 persen seiring pelaku pasar mengharapkan sikap lebih agresif dari bank sentral AS untuk mengetatkan kebijakan moneter. Dolar AS melemah memberikan dukungan kepada komoditas minyak dalam mata uang dolar AS.
Pada Rabu waktu setempat, the US Energy Information Administration melaporkan kalau pasokan minyak domestik turun 200 ribu barel menjadi 528,20 juta barel. Penurunan itu jauh lebih kecil dari yang dilaporkan American Petroleum Institute sekitar 531 ribu barel.
"Dampak dari produksi OPEC atau organisasi negara pengekspor minyak yang rendah telah muncul di angka. Data ini mengkonfirmasikan kepatuhan OPEC juga tinggi," ujar James Williams, Ekonom WTRG Economics seperti dikutip dari laman Marketwatch, Kamis (16/3/2017).
Dalam laporan bulanan, International Energy Agency atau Badan Energi Internasional menyatakan, kalau produksi OPEC naik 170 ribu barel pada Februari 2017 menjadi 32 juta barel per hari. Sedangkan pasokan minyak dalam kelompok negara-negara maju tergabung dalam OECD, pertama kali naik dalam enam bulan.
Advertisement