Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) telah mengimpor listrik‎ dari Malaysia untuk memenuhi pasokan listrik di wilayah sekitar perbatasan Indonesia - Malaysia, yang berada di Kalimantan Barat.
General Manager PLN Bima Putra Jaya Mengatakan, listrik yang diimpor dari Malaysia dipasok ke jaringan khatulistiwa, yaitu Pontianak, Mempawah, Singkawang, Sambas dan Bengkayang.
Baca Juga
"Listrik dari Malaysia masuk dalam jaringan khatulistiwa," kata Bima, di MPP PLTG Mempawah, Kalimantan Barat, Sabtu (18/3/2017).
Advertisement
Pasokan listrik maksimal ‎dari Malaysia sebesar 100 Mega Watt (MW). Listrik dengan daya 275 kilo Volt (kV) tersebut melintasi ‎jarak 90 Kilo meter (Km) melalui Saluran Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), masuk ke Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Bengkayang, GITET tersebut merupakan paling terdepan di batas wilayah Indonesia.
Daya listrik yang mengalir ke GITET kemudian diturunkan menjadi 150 kV di Gardu Induk Tegangan Tinggi. Setelah diturunkan jadi 150 kV daya listrik tersebut diturunkan ke jaringan tegangan menengah dan rendah yang berada di dekat pemukiman pelanggan.
‎Menurut Bima, sebenarnya saat ini kondisi pasokan listrik untuk jaringan khatulistiwa sudah aman‎ tanpa pasokan listrik impor tersebut, dengan beroperasinya pembangkit listrik bergerak (Mobile Power Plant/MPP) Mempawah 100 Mega Watt (MW) meningkatkan daya pasokan listrik sistem khatulistiwa menjadi 426 MW, sedangkan kebutuhan listrik saat beban puncak hanya 300 MW.
"Sebenarnya sudah mampu pasokan cukup, karena sistem khatulistiwa kondisi normal, tidak ada kondisi defisit dan siaga," ucap Bima.
Bima mengungkapkan, meski pasokan sudah cukup, impor listrik masih dilakukan karena untuk menekan harga listrik. Saat ini listrik dari Malaysia Rp 1.125 per kilo Watt hour (kWh) sedangkan di Kalimantan Barat Rp 1.350 per kWh.
Menurut Bima, harga listrik di Malaysia jauh lebih murah karena diproduksi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), sedangkan di Kalimantan Barat mayoritas di produksi oleh Pembangkit ‎Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang harga bahan bakarnya jauh lebih mahal.
‎"Masih pakai dari sana Malaysia karena murah harganya. Kenapa lebih mahal karena kita pakai diesel," tutup Bima.