Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah membangun dan mengoperasikan jalan tol sepanjang 176 kilometer (Km) dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Targetnya bisa mencapai 1.060 km hingga akhir 2019 dengan tujuan mengurangi kemacetan.
Akan tetapi faktanya, mengapa masih saja ada kemacetan di beberapa ruas jalan tol?
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan, realisasi pembangunan dan pengoperasian jalan tol di 2015 sepanjang 132 km. Sedangkan tahun lalu hanya tercapai 44 km. Totalnya 176 km atau kurang dari 20 persen dari 1.060 km yang ditargetkan sampai dengan 2019.
Baca Juga
"Tapi kita akan kejar membangun dan operasikan jalan tol baru 392 km di tahun ini sehingga menjadi 568 km atau sudah mendekati 60 persen dari target," terang dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (21/3/2017). Â
"Lalu nanti di tahun selanjutnya dibangun lebih dari 500 km, jadi kami optimistis 1.060 km bahkan lebih di 2019," tambah Herry.
Lebih jauh dia menjelaskan, jalan tol memiliki kapasitas atau daya tampung kendaraan sehingga ketika volume kendaraan yang masuk melebihi kapasitas, akan menimbulkan kemacetan.
Advertisement
"Saat volumenya mendekati atau melampaui kapasitas, maka terjadi macet. Itu sudah rumus umum di lalu lintas," jelas dia.
"Bayangkan pengendara dari segala arah masuk semua ke jalan tol dalam waktu yang bersamaan. Polanya selalu sama. Belum lagi saat di jalan tol keluar, ketemu jalan non tol. Jadi jangan dilihat jalan tol saja, lihat juga kapasitas jaringan non tol," Herry menerangkan.
Diakui Herry, penyebab lain kemacetan adalah tarif tol yang masih tergolong murah sehingga volume kendaraan semakin meningkat. Sayangnya dia enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai persoalan tersebut.
"Tarif murah, jadinya semua bisa masuk tol. Tarif yang ada saat ini kalau dilihat volumenya yang banyak, artinya mereka punya kemampuan untuk itu (membayar)," ujarnya.
Kemacetan, kata dia, dapat diatasi dengan beberapa cara. Pertama, menambah suplai, yakni membangun tambahan jalan tol. Kedua, mendorong peningkatan kualitas transportasi publik supaya pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal.
Herry menambahkan, ketiga, dengan membatasi permintaan atau volume kendaraan. Harapannya pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dapat membuat regulasi pembatasan truk-truk logistik dengan bobot di atas 300 Kg melintas di jalan tol sehingga tidak menyebabkan kemacetan lantaran laju kendaraan yang melambat.
"Kalau tol kan ruang terbatas jadi tidak semua diizinkan memanfaatkan ruang terbatas itu. Harus ada regulasi yang ngatur angkutan logistik jam berapa harus lewat tol, misalnya yang di atas 300 Kg lebih efisien pakai angkutan laut. Ini perlu peran Kemenhub," dia menuturkan.