Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hasil pertemuan para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara-negara anggota G20 di Baden-Baden, Jerman pada 17-18 Maret 2017.
Pertemuan ini ternyata tidak menghasilkan kesepakatan mengenai perdagangan internasional karena arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Sri Mulyani memaparkan, pada pertemuan pimpinan G20 yang berlangsung di China pada tahun lalu sebenarnya sudah ada kesepakatan untuk membangun perekonomian dunia secara sehat. Bahkan 20 negara dengan perekonomian terbesar ini akan mengupayakan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 2 persen dalam 5 tahun ke depan.
Advertisement
Baca Juga
"Tapi harus diwaspadai pemerintahan baru di AS dan Inggris pasca Brexit akan segera dimulai. Ini bisa menimbulkan persoalan arah kesepakatan kebijakan dunia," kata dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Diakui Sri Mulyani, apabila sebuah pemerintahan baru di sebuah negara memiliki retorika politik menutup diri, memisahkan diri, maupun kebijakan proteksionis restorikal, maka negara-negara G20 bahkan dunia pun akan dihadapkan pada ketidakpastian serta kegelisahan baru.
"Ingat, ekonomi dunia pemulihannya tidak secepat yang diperkirakan. Lambat dan rapuh karena kalau ada ketidaksepakatan arah kebijakan akan timbul ketidakpastian baru," tegas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Sri Mulyani menuturkan, pada kesepakatan pertemuan G20 pada tahun lalu, setiap negara harus berupaya melakukan langkah yang membuat hambatan, seperti kebijakan proteksionis yang dapat menghalangi hubungan antar negara di bidang perdagangan maupun investasi.
"Tapi di G20 tahun ini tidak ada kesepakatan mengenai arah kebijakan mengenai perdagangan internasional dari para pembuat keputusan di G20. Termasuk untuk perubahan iklim tidak ada kesepakatan," dia menjelaskan.
AS menyampaikan di depan forum G20 ingin menerapkan perdagangan yang dianggap adil. Pengertian perdagangan yang adil bagi pemerintahan AS adalah kebutuhan AS yang tidak selalu sama dengan perdagangan dunia.
"Ini adalah pandangan set back dari G20 yang ingin menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di dunia dan negara-negara anggota G20. Jadi hasil G20 memberi tekanan untuk memperkuat pondasi ekonomi guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang berasal dari lingkungan internasional," jelas Sri Mulyani.
Indonesia, diharapkan Sri Mulyani mewaspadai perkembangan ini dan mampu menghadapi ketidakpastian global tersebut dengan memperkuat kondisi maupun sumber pertumbuhan di dalam negeri meskipun ada tekanan dari ketidakpastian arah kebijakan tersebut.
"Diharapkan pertemuan pimpinan G20 di Hamburg, Jerman, pada Juli nanti lebih ada kesepakatan terkait masalah ini," katanya.