Sukses

Hemat Mana, Beli Mobil atau Naik Transportasi Umum?

Di negeri ukuran kemapanan seringkali hanya dilihat dari pekerjaan yang stabil, punya rumah sendiri, dan punya kendaraan sendiri.

Liputan6.com, Jakarta - Saya kadang iri melihat warga di beberapa negara lain yang mempunyai transportasi publik bagus.

Singapura misalnya, mereka bisa pergi kemanapun dengan transportasi publik yang aman, nyaman dan cepat sehingga banyak rumah tangga di sana yang tidak masalah kalau tidak punya kendaraan sendiri.

Mereka tidak perlu keluar uang untuk beli 30 liter bensin setiap empat hari sekali, tidak perlu keluar uang untuk ganti oli tiap berapa ribu kilometer, tidak perlu keluar uang untuk beli ini itu tiap berapa bulan sekali, dan bahkan tidak perlu repot memikirkan apakah kendaraan pribadi aman atau tidak di parkiran.

Bandingkan dengan di Indonesia. Di sini, kalau Anda tidak punya kendaraan sendiri, maka seringkali sebagian lingkungan sosial akan menganggap Anda belum mapan.

Ya, di negeri ini memang ukuran kemapanan seringkali hanya dilihat dari pekerjaan yang stabil, punya rumah sendiri, dan punya kendaraan sendiri.

Akhirnya apa yang terjadi? Orang ngotot beli motor atau mobil walaupun sebetulnya kadang tidak terlalu perlu - alasannya - supaya mudah pergi ke tempat kerja, dan - walaupun dia tidak mau ngaku - bisa dapat pengakuan mapan dari lingkungan sosialnya.

Padahal, disadari atau tidak, punya kendaraan sendiri akan membuat Anda punya tanggung jawab untuk merawatnya, dan tentu saja itu melibatkan pengeluaran rupiah yang tidak sedikit tiap bulan maupun tiap beberapa bulan.

Di Malaysia yang negaranya dianggap hampir mirip dengan Indonesia karena sama-sama punya ras mayoritas Melayu, sebagian dari mereka juga tidak pernah ngotot harus punya kendaraan sendiri mengingat akan ada pengeluaran yang cukup besar yang harus dibayar secara rutin.

Mereka memanfaatkan betul transportasi publik yang - walaupun mungkin tidak sebagus Singapura - tetapi cukup baik. Di Hong Kong, Anda bisa pergi dari daerah Kowloon ke Disneyland yang jaraknya sangat jauh hanya dalam 30 menit menggunakan MTR.

Sebagian besar masyarakat, merasa tidak perlu punya kendaraan sendiri karena transportasi publik cukup baik. Bayangkan berapa pengeluaran yang bisa mereka hemat dari situ.

Kita kembali ke Indonesia.

Di sini, biarpun fasilitas kita mungkin masih kalah dibanding negara jiran, saya sendiri senang naik transportasi publik. Mau itu bus, kereta, angkot, ojek, atau taksi sekalipun. Tahu kenapa? Karena saya tinggal naik, duduk, pasang headset di telinga untuk dengar musik, dan setelah 10-15 lagu, saya bakal sampai di tujuan.

Saya tidak masalah kok jalan kaki cukup panjang ke stasiun atau halte dan menunggu kendaraan umum datang. Kalau sedang jalan-jalan di luar negeri juga saya selalu memanfaatkan transportasi publik dan tidak memasalahkan harus jalan kaki cukup panjang dari satu poin ke poin lainnya.

Itulah kenapa saya cukup prihatin ketika tahu banyak orang yang - ketika punya kendaraan sendiri - jadi malas jalan kaki untuk beli nasi goreng yang jaraknya hanya 200 meter dari rumah.

Pertanyaannya sekarang, kalau saat ini Anda tinggal di Indonesia, tidak punya kendaraan sendiri dan selama ini selalu naik transportasi publik ketika pergi ke tempat kerja, apa yang harus Anda lakukan:

Beli kendaraan sendiri atau tetap mengandalkan transportasi publik?

 

2 dari 3 halaman

Pertimbangan

Berikut ini pertimbangan-pertimbangannya:

Akses ke transportasi publik

Hal pertama yang harus dilihat adalah apakah Anda punya akses yang cukup mudah dari tempat tinggal ke transportasi publik yang ingin dinaiki.

Kalau jaraknya sangat jauh, apakah transportasi publik itu bisa Anda pesan untuk langsung menjemput Anda di rumah? Kalau lokasi rumah Anda sulit didatangi taksi atau ojek online misalnya, apakah Anda keberatan untuk jalan ke stasiun atau halte dari transportasi publik yang akan Anda naiki?

Kalau Anda tidak masalah untuk jalan kaki ke lokasi transportasi publik, maka mungkin Anda tidak perlu membeli kendaraan sendiri. Tapi kalau lokasi rumah Anda sulit didatangi taksi atau ojek online dan Anda malas atau tidak mau jalan kaki untuk mengakses transportasi publik, maka mungkin ini sinyal kalau Anda perlu punya kendaraan sendiri.

Mobilitas di tempat Kerja

Apakah pekerjaan Anda mengharuskan untuk berada di satu lokasi yang sama terus menerus selama berjam-jam dalam sehari, ataukah pekerjaan Anda mengharuskan untuk datang ke banyak tempat dalam satu hari?

Kalau pekerjaan Anda mengharuskan untuk stay di satu tempat, maka mungkin Anda tidak perlu punya kendaraan sendiri. Tapi kalau profesi Anda seorang sales misalnya, lalu diharuskan berkunjung ke tempat klien sampai sekitar 3-5 klien dengan lokasi yang berbeda-beda dalam sehari, maka mungkin Anda kendaraan sendiri.

Walaupun kalau saya yang jadi sales-nya, itu belum cukup jadi alasan untuk saya harus beli kendaraan sendiri. Saya masih bisa pakai taksi kok. Walaupun memang jatuhnya kalau pakai taksi sering-sering akan lebih mahal bayar argonya daripada beli bensin untuk kendaraan sendiri, tapi saya kan tidak perlu keluar uang untuk beli kendaraan di awal dan tidak perlu capek nyetir sendiri. Itu kalau saya.

3 dari 3 halaman

Kebutuhan

Kebutuhan keluarga

Mungkin Anda ingin beli kendaraan sendiri bukan untuk tujuan pergi kerja, tapi karena berpikir bahwa punya anggota keluarga yang perlu diajak jalan-jalan.

Pikir lagilah, memangnya Anda bakal jalan-jalan sama keluarga sampai tiap hari? Kan tidak, ya paling pas akhir pekan, yang berarti cuma 1 kali seminggu. Atau Anda merasa perlu punya kendaraan sendiri untuk bisa antar anak Anda ke sekolah? Manfaatkan jasa bus sekolah. Kalau sudah agak besar, biasakan dia naik transportasi publik.

Ketahuilah, membiasakan anak Anda selalu naik kendaraan pribadi akan membuat mereka jadi manja dan punya ketergantungan berlebihan pada kendaraan pribadi.

Saya punya seorang teman yang ketika mobilnya sedang dirawat di bengkel selama 2-3 hari, ia langsung mengeluh bahwa ia sedang ‘tidak punya kaki’ dan tidak bisa pergi kemana-mana dulu sampai mobilnya selesai menjalani perawatan dan dikembalikan ke rumahnya.

Tidak mau anak Anda jadi begitu, kan?

Uang untuk membeli

Ada dua pembelian terbesar dalam hidup manusia. Pertama adalah rumah, kedua adalah kendaraan, mobil terutama.

Nah, kalau dari tiga pertimbangan di atas tadi Anda merasa bahwa memang perlu punya kendaraan sendiri, pertanyaannya sekarang adalah apakah Anda punya uangnya? Kalau tidak, Anda mungkin harus mengambil kredit.

Nah, siapkah Anda membayar cicilannya selama 1, 2, 3 atau 5 tahun ke depan? Pastikan jumlah cicilannya tidak lebih dari 30 persen penghasilan Anda supaya pengeluaran Anda yang lain tidak terganggu.

Ingat, membeli secara kredit total akan lebih mahal jatuhnya dibanding kalau Anda membeli cash. Padahal, sadarkah Anda bahwa setelah beberapa tahun nilai mobil itu pasti akan menurun? Jadi Anda membayar lebih mahal untuk barang yang nilainya menurun? Siapkah Anda?

Kerelaan membayar biaya-biaya

Kalau Anda punya kendaraan sendiri, maka apakah Anda sanggup dan rela membayar biaya-biaya yang pasti akan muncul selama Anda memilikinya? Bensin, segala perawatan, kemungkinan rusak yang mungkin muncul, sampai pada pajak dan asuransinya.

Asuransi Kendaraan itu lumayan mahal lho. Mana lebih mahal: asuransi rumah atau asuransi kendaraan?

Jawabannya: asuransi kendaraan.

Alasannya sederhana, pada kendaraan, risikonya lebih besar. Ini karena rumah, posisinya tetap di satu tempat sampai kapanpun, sementara kendaraan pasti akan dibawa pergi kemana-mana.

Ini yang membuat asuransi kendaraan jauh lebih mahal dibanding asuransi rumah.

Itu kalau ngomong asuransi, belum biaya-biaya yang lain. Jadi kalau Anda memutuskan untuk punya kendaraan sendiri, pastikah bahwa Anda memang sanggup secara keuangan dan rela mengeluarkan uang untuk membayar biaya-biaya rutinnya.

Selamat mempertimbangkan.

Safir Senduk & Rekan
Telepon: (021) 2783-0610
HP: 0818-770-500 (Dala Rizfie-Manajer)
Twitter/Instagram: @SafirSenduk