Sukses

Data Otoritas Pelabuhan Diminta Jadi Patokan Dwelling Time

Pengusaha menilai selama ini pemeritah salah informasi tentang data waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menghimbau agar pemerintah menggunakan data perhitungan waktu bongkar muat (dwelling time) dari Otoritas Pelabuhan. Ini untuk memastikan jika telah terjadi penurunan waktu bongkar muat di pelabuhan.

Dia mencontohkan waktu bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok.  Agar netral, pemerintah diminta memakai data dwelling time yang berasal dari otoritas Pelabuhan Tanjung Priok.

Sebab pengusaha khawatir, selama ini pemeritah salah informasi tentang data waktu bongkar muat. Ini karena data yang diigunakan berasal dari perhitungan PT Pelindo II (Persero).

"Seharusnya pakai data yang valid dari Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sebagai lembaga yang netral," ujar Zaldy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya sebelumnya menyatakan jika dwelling time impor di Pelabuhan Tanjung Priok sudah turun menjadi 2,7 hari. Namun kenyataan di lapangan masih lebih dari 3,9 hari.

Menurut Zaldy, akibat dari hal tersebut, Pemerintah Jokowi kerap salah dalam melihat dwelling time sejak awal.

"Jangan lihat hanya dari fisik (peti kemas). Bisa jadi petikemasnya sudah keluar dari pelabuhan tapi dokumen impornya belum beres," dia menambahkan.

Menurut dia, pemerintah juga harus menaruh perhatian terhadap sistem informasi teknoligi (IT) di pelabuhan. Peningkatan sistem IT yang harus terus diupayakan.

Zaldy berharap dwelling time impor ideal untuk jalur hijau dan kuning bisa mencapai 1 hari dan jalur merah 1 minggu.

Akan tetapi, dia berpesan, jangan sampai upaya mengurangi dwelling time yang dilakukan Pelindo II menjadi langkah pragmatis dan malah menambah ongkos logistik.

"Kalau dwelling time dibikin cepat tapi hanya dipindahkan ke depo swasta, ongkosnya malah lebih mahal bagi importir," dia menandaskan. (Yas/nrm)