Liputan6.com, Jakarta - Sejak tahun lalu, pegawai pajak mempunyai dua tugas khusus untuk mengawal penerimaan negara di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Salah satunya mengurus program pengampunan pajak atau tax amnesty yang mematok target penerimaan Rp 165 triliun. Dengan kinerja tersebut, apakah Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan menaikkan tunjangan kinerja (tukin) pegawai pajak?
"Teman-teman Ditjen Pajak sudah kerja mati-matian. Ini adalah wujud tanggungjawab kita untuk menjalankan aturan perundang-undangan, termasuk pelayanan tax amnesty sampai 31 Maret 2017," kata Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo di kantor Ditjen Pajak, Rabu (29/3/2017).
Dia menuturkan, saat ini tugas pegawai Ditjen Pajak bukan hanya mensukseskan tax amnesty, tapi kini sedang sibuk melayani pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) WP Orang Pribadi dan Badan Usaha. Tugas ini dijalankan dengan penuh tanggungjawab tanpa menuntut kenaikan insentif maupun tunjangan.
Advertisement
"Kalau di akhir-akhir periode begini, kadang buka tenda. Insentif sih harapan lebih ke sana, tapi kita bekerja tidak berdasarkan insentif karena kita sudah dibayar. Bekerja berdasarkan tugas dan tanggungjawab, kalau ada bonus atau insentif ya Alhamdulillah," dia menerangkan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto mengaku, revisi atau perubahan tunjangan kinerja (tukin) pegawai Ditjen Pajak harus mempertimbangkan keuangan negara. Sri Mulyani sebelumnya berjanji akan merevisi tukin pegawai Ditjen Pajak.
Besaran tukin yang diatur dalam Perpres Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Ditjen Pajak. Besarannya dari paling rendah Rp 8,45 juta untuk pelaksana lainnya dan Rp 117,38 juta untuk pejabat Eselon I, seperti Dirjen Pajak.
"Pemerintah melalui Menkeu dalam batas-batas kewenangannya tetap memperhatikan seluruh upaya jajaran pajak, tapi sesuai koridor keuangan negara dan dalam proses yang benar-benar tata kelolanya," jelas Hadiyanto.
Dia mengatakan, Perpres 37 Tahun 2015 merupakan aturan yang menyangkut tukin staf maupun seluruh pejabat di lingkungan Ditjen Pajak. Dia mengaku, perlu ada penyesuaian pada Perpres tersebut seiring dinamika kinerja dan struktur organisasi Ditjen Pajak.
"Pepres ini perlu penyesuaian supaya meng-capture dinamika kinerja dan struktur organisasi pajak. Jadi perlu penyempurnaan, dan tidak dalam konteksi tax amnesty saja. Ini adalah bagian dari reformasi memastikan sumber daya manusia berkinerja baik, motivasi, akuntabilitas yang tercermin di bisnis proses," papar Hadiyanto.
Dia berharap, revisi Perpres tersebut dilakukan segera karena merupakan bagian dari reformasi pajak. "Revisi Perpres prosesnya secepat mungkin. Sebab keberhasilan reformasi ditentukan sumber daya manusia, bisnis proses, IT, dan kelembagaan," ujar Hadiyanto.
Â