Sukses

Pemerintah Masih Cari Utang Rp 420 Triliun

Realisasi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sepanjang Januari-akhir Maret 2017 sebesar Rp 96,45 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan masih harus mencari utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 420,78 triliun di 2017. Target kebutuhan penerbitan SBN bruto di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini sebesar Rp 686,56 triliun.

Direktur Jenderal PPR, Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah telah mengeksekusi penerbitan SBN bruto sebesar Rp 265,77 triliun atau 38,71 persen hingga 30 Maret ini dari total target di APBN 2017 yang dipatok Rp 686,56 triliun.

Lanjutnya, realisasi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sepanjang Januari-akhir Maret 2017 sebesar 48,90 persen atau Rp 96,45 triliun. Sementara targetnya mencapai Rp 197,25 triliun. Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dari target Rp 489,31 triliun, sudah tercapai Rp 169,33 triliun atau 34,61 persen.

"Kekurangannya Rp 420,78 triliun atau 62 persen lagi yang bisa dipenuhi di tiga kuartal ini," kata Robert saat berbincang dengan wartawan di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Lebih jauh dia menjelaskan, pemerintah baru-baru ini menerbitkan sukuk global senilai US$ 3 miliar, salah satunya untuk menutup kebutuhan pembiayaan tahun ini. Agenda pemerintah akan kembali menerbitkan surat utang dalam denominasi valuta asing (valas) maupun rupiah.

"Ada dua lagi penerbitan international bond, dan sisanya melalui penerbitan SBN dalam rupiah yang sebagian besar lewat lelang reguler mingguan dan ritel di 2017. Global bond berupa Samurai Bond dan Euro Bond," Robert menerangkan.

Namun Robert belum bersedia menjelaskan lebih detail mengenai jumlah dan waktu penerbitan Samurai maupun Euro Bond. "Yang besar-besar (nilainya) kita sudah eksekusi. Mekanisme front loading akan diimplementasikan untuk rupiah dan internasional bond dalam rangka antisipasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR)," paparnya. (Fik/Gdn)