Liputan6.com, Jakarta Harga minyak jatuh di akhir pekan ini, setelah melaju selama tiga hari. Ini terpicu kenaikan jumlah rig di Amerika Serikat (AS) yang mengisyaratkan meningkatnya produksi yang akan berkontribusi terhadap kekenyangan pasokan minyak global.
Melansir laman Reuters, Sabtu (1/4/2017), harga minyak berjangka Brent turun 13 sen menjadi US$ 52,83 per barel. Kontrak minyak jenis ini telah turun sekitar 7 persen sejak kuartal sebelumnya, yang merupakan kerugian kuartalan terbesar sejak akhir 2015.
Sementara minyak berjangka AS ditutup menguat sedikit, dengan naik 25 sen menjadi US$ 50,60 per barel setelah merosot di bawah US$ 50. Minyak jenis ini mengakhiri kuartal sekitar 5,7 persen lebih rendah. Ini juga kerugian kuartalan terburuk sejak akhir 2015.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak telah menetap naik selama kuartal pertama karena pedagang mencari sinyal jika langkah OPEC mengurangi produksi efektif atau bahwa produksi AS terus mengimbangi upaya organisasi tersebut untuk menyeimbangkan produksi minyak di pasar.
Harga minyak telah mendapatkan momentum pada pekan ini setelah OPEC dan nonanggotanya Rusia berencana memperpanjang pemotongan produksi mereka, berusaha untuk mendorong pasar lebih tinggi.
"Harga minyak akan resistance pada level US$ 52 sampai US$ 53 per barel," kata Analis Pasar Energi CHS Hedging Tony Headrick.
Departemen energi AS merilis pasokan dan angka permintaan minyak pada Januari. Tercatat, permintaan minyak negara itu naik 0,9 persen menjadi 19.234.000 barel per hari, sementara produksi naik 60.000 barel per hari menjadi 8.835.000 barel.
Perusahaan jasa energi Baker Hughes mengatakan rig minyak AS meningkat sebesar 10-662 pekan ini. Ini merupakan kuartal pertama terkuat terjadi penambahan rig minyak sejak pertengahan 2011.