Sukses

Tunjuk Dirut Baru PT PAL, Kementerian BUMN Butuh 1 Minggu

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait suap pengadaan kapal di PT PAL Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian BUMN menyatakan prihatin dengan kasus korupsi yang terjadi pada PT PAL Indonesia (Persero)‎. Tak tanggung-tanggung, kasus ini melibatkan Direktur Utama PT PAL, M Firmansyah Arifin.

"Prihatin juga, dalam memenuhi policy zero tolerance, Kementerian BUMN telah menyampaikan surat kepada Dewan Komisaris untuk meningkatkan pengawasan internal," kata Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno kepada Liputan6.com, Sabtu (1/4/2017).

Dia juga memastikan, meski untuk saat ini tidak ada direktur definitif, operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa. Produksi berbagai jenis kapal tetap berlangsung dan tetap selesai sesuai kontrak.

Menteri BUMN Rini Soemarno selaku pemegang saham PT PAL, kata Harry, secepatnya akan menunjuk pengganti M Firmansyah.

"Secepatnya, ya satu minggu ke depanlah, jangan lama-lama walaupun aturannya maksimal 30 hari setelah diberhentikan," tegas dia.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait suap pengadaan kapal di PT PAL Indonesia. Dalam penyidikan ini, KPK langsung menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Mereka adalah Direktur Utama PT PAL Indonesia, Muhammad Firmansyah Arifin (MFA), General Manager of Sales and Marketing PT PAL Indonesia Saiful Anwar (SAR), General Manager Arif Cahyana (AC) dan pihak swasta Agus Nugroho (AN).

"Kami menaikkan status kepada empat orang menjadi ke penyidikan, dan menetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di Gedung KPK.

Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang sebesar US$ 25 ribu.

Penetapan tersangka empat orang tersebut lantaran mereka diduga melakukan suap pengadaan kapal perang di PT PAL Indonesia dengan jenis Strategic Sealift Vessel (SSV). Tiga pejabat PT PAL diberikan janji dan hadiah terkait pengadaan kapal untuk Filipina itu.

Sebagai penerima MFA, SAR dan AC dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ayat 1 ke-1 KUHP.

Adapun AN disangka kena Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.‎ (Yas/nrm)