Sukses

Selama 42 Tahun, Pinjaman IDB untuk RI Tembus Rp 106 Triliun

IDB ingin membantu negara anggota IDB lantaran kekurangan anggaran infrastruktur mencapai US$ 200 miliar per tahun.

Liputan6.com, Nusa Dua - Indonesia menikmati pinjaman dari Islamic Development Bank (IDB) selama 42 tahun dengan total nilai US$ 8 miliar atau setara dengan Rp 106,4 triliun.

Tahun ini, komitmen pembiayaan mengalir ke PT Sarana Multi Infrasruktur (SMI) sebesar US$ 1 miliar untuk mendanai proyek infrastruktur di Tanah Air.

Dari 57 negara anggota IDB, Indonesia tercatat sebagai salah satu anggota dengan porsi kepemilikan saham 1,14 miliar saham atau 2,25 persen pada posisi 31 Desember 2016. Negara anggota yang menguasai saham terbesar IDB, yaitu Arab Saudi mencapai 11,90 miliar lembar saham atau 23,50 persen.

Presiden IDB, Bandar Al Hajjar merinci, total penyaluran pembiayaan IDB ke Indonesia mencapai US$ 7 miliar sejak 1975-2016. Kemudian komitmen pembiayaan mengalir ke PT SMI di tahun ini senilai US$ 1 miliar untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Total US$ 8 miliar.

"Untuk Member Country Partnership Strategy (MCPS) tahap II sepanjang 2016-2020, komitmen IDB ke Indonesia sebesar US$ 5,2 miliar. Itu alokasi 32 persen untuk sektor pendidikan, infrastruktur 30 persen, dan sisanya di sektor lain," jelas Al Hajjar saat Konferensi Pers The 3rd Islamic Development Bank Sovereign Investment Forum di Nusa Dua Bali, Selasa (11/4/2017).

Dia menjelaskan, dari US$ 7 miliar yang sudah digelontorkan, ada realisasi penyaluran pinjaman dari IDB untuk MCPS tahap I sebesar US$ 3,3 miliar dan di tahap II sudah dikucurkan US$ 1,5 miliar pada tahun lalu.

"Sejak 1975 sampai dengan saat ini, pembiayaan IDB yang mengalir ke negara-negara anggota IDB mencapai US$ 127,3 miliar. Sebesar 53 persennya mengalir ke sektor infrastruktur, sebesar 10,7 untuk pertanian, pendidikan dan kesehatan porsinya 9,3 persen, sedangkan sisanya ke sektor lain," Al Hajjar menuturkan.

Al Hajjar pun mengungkapkan, Islamic Development Bank telah menerbitkan surat utang berbasis syariah atau sukuk senilai US$ 16,4 miliar sejak periode 1975.

"Kami ingin membantu negara-negara anggota IDB karena kekurangan anggaran infrastruktur setiap tahun mencapai US$ 200 miliar. Jumlah ini tidak bisa ditutupi seluruhnya dari pemerintah," ujar dia.

 

 

Â