Liputan6.com, Jakarta Neraca perdagangan Indonesia Maret 2017 diprediksi akan mencetak surplus berkisar US$ 1,2 miliar. Perkiraan tersebut turun tipis dibanding realisasi bulan sebelumnya sebesar US$ 1,32 miliar akibat penurunan aktivitas ekspor seiring pelemahan industri manufaktur dari negara mitra dagang utama Indonesia. Â
"Surplus neraca perdagangan Maret diperkirakan US$ 1,2 miliar. Pertumbuhan ekspor 10,96 persen (Yoy), dan laju impor 5,35 persen (Yoy)," kata Ekonom dari Bank Permata, Josua Pardede saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Lebih jauh Josua menjelaskan, proyeksi surplus neraca perdagangan Maret yang lebih kecil dibanding Februari 2017 karena mempertimbangkan pelemahan tren pertumbuhan tahunan dari harga beberapa komoditas andalan ekspor Indonesia.
Baca Juga
"Penurunan surplus perdagangan dari sebelumnya dipengaruhi penurunan laju ekspor karena melemahnya tren annual growth dari komoditas ekspor, seperti CPO (-6,4 persen Yoy vs 13,6 persen Yoy), batubara (58 persen Yoy vs 65,2 persen Yoy), dan karet alam (44,5 persen Yoy vs 85,5 persen Yoy)," dia menerangkan.
Kinerja ekspor Indonesia di bulan ketiga ini pun terseret ke bawah akibat penurunan aktivitas industri manufaktur mitra dagang utama Indonesia, seperti di Amerika Serikat (AS) dan China sehingga berdampak pada volume ekspor Indonesia.
"Sedangkan dari sisi impor, justru cenderung meningkat seiring tren kenaikan harga minyak dunia, serta peningkatan aktivitas manufaktur Indonesia yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks PMI manufaktur," Josua menuturkan.
Asal tahu saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus neraca perdagangan Februari 2017 mencapai US$ 1,32 miliar. Hal ini dipicu surplus sektor nonmigas US$ 2,55 miliar, sementara neraca perdagangan di sektor migas defisit US$ 1,23 miliar.
Advertisement
Â