Sukses

Hipmi: Tarif Batas Bawah Taksi Online Berpotensi Kartel

Hipmi menilai penetapan tarif taksi online akan menjadi inspirasi praktik kartel di industri sejenis dan lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menetapkan tarif batas bawah taksi online. Meski keputusan itu diserahkan ke masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda) namun aturan itu telah berlaku per 1 April 2017.

Mengenai hal itu Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta pemerintah untuk membatalkan revisi aturan tersebut sebab regulasi tersebut dapat menjadi inspirasi kartel ke industri lainnya.

"Hipmi berharap sebaiknya Bapak Presiden Jokowi membatalkan tarif batas bawah taksi online," ujar Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Anggawira, Senin (17/4/2017).

Hipmi beranggapan, penetapan tarif taksi online ini akan menjadi inspirasi praktik kartel di industri sejenis maupun ke industri lainnya.

"Potensi kartel sudah ada dengan penetapan tarif ini. Hanya saja praktik ini difasilitasi oleh pemerintah dalam hal ini Kemenhub. Dalam batas-batas tertentu kartel semacam ini bisa dimaklumi untuk melindungi kepentingan publik yang lebih luas, tapi kepentingan publik di taksi online dan startup jauh lebih besar daripada kepentingan segelintir korporasi,” tambah Anggawira.

Hipmi menemukan beberapa kejanggalan dalam revisi taksi online tersebut. Pertama, penetapan tarif tersebut dapat menjadi inspirasi bagi industri lainnya untuk mempengaruhi pemerintah dalam melakukan kartel dan menghentikan para pesaing baru yang datang belakangan namun lebih inovatif dan kreatif.

Para pesaing baru ini, ujar Anggawira, memang hanya dapat dikalahkan oleh kebijakan dan kekuasaan.

"Bagi industri, akomodasi kebijakan ini menjadi sebuah disinsentif, iklim investasi menjadi tidak atraktif. Kalau bermain sehat taksi online ini sudah menang besar, menciptakan jutaan lapangan kerja baru, mendorong kewirausahaan, menurunkan inflasi," ujar dia Anggawira.

Anggawira, penetapan tarif atau price fixing di taksi online rawan disusupi kepentingan pelaku usaha taksi konvensional. Sebab itu, proses pengambilan kebijakan revisi regulasi tersebut perlu diaudit.

"Kami endus ada potensi distorsi dalam penetapan tarif ini. Sulit untuk dikatakan clear and clean dalam penentuan tarif," ujar Anggawira.

Sebab itu, Hipmi mendukung langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta Presiden Joko Widodo menghapus tarif bawah taksi online. (Yas)