Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) mengungkapkan pentingnya mengelola rantai suplai Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kilang menuju depo BBM hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Depo Plumpang di Koja, Jakarta Utara disebut-sebut memiliki risiko paling tinggi karena menjadi satu-satunya lokasi yang memasok BBM ke seluruh wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Hal ini disampaikan Direktur Pengolahan Pertamina, Toharso saat acara Media Gathering di Hotel Hermitage, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, SPBU memiliki kemampuan menyimpan BBM dalam waktu dua hari. Konsekuensinya apabila terlambat memasok ke SPBU, maka tempat atau tangki penyimpanan di SPBU membutuhkan waktu selama seminggu untuk tahap pemulihan atau perbaikan.
"SPBU hanya mampu menyimpan dua hari. Kalau telat mengirim dan SPBU sampai kosong dua hari, maka recover-nya butuh waktu seminggu karena mulai menunggu dari Plumpang didistribusi ke SPBU di Jakarta butuh waktu segitu, stabil lagi sepekan," tegas Toharso.
Depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, kata dia, disebut paling besar dan menyimpan paling banyak BBM di dunia, dengan kapasitas penyimpanan 18 ribu kiloliter (kl) per hari. Sementara konsumsi BBM di Jakarta dan sekitarnya sekitar 9 ribu kl.
"Dengan luasnya DKI Jakarta, kendaraan dan motor lebih banyak daripada penduduknya. Sedangkan depo BBM cuma satu di Plumpang, jadi bahaya sekali. Kalau Plumpang tidak operasi dua hari, Jakarta bisa seminggu tanpa minyak, ngeri-ngeri sedap lho," ujar dia.
"Depo Plumpang ini depo bahaya, the high risk operation. Kalau terjadi kebakaran seperti 2009 lalu, bisa wassalam ibukota. Plumpang ini sudah crowded," lanjut Toharso.
Sebab itu, Toharso bilang, Pertamina berencana membangun depo baru sebagai tempat penyimpanan BBM di wilayah Jakarta dan sekitarnya. "Kita sedang pikirkan membangun depo lagi selain Plumpang. Jadi kebutuhan BBM di DKI Jakarta dan sekitanya tidak hanya mengandalkan Plumpang," pungkas dia.