Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyatakan pemerintah akan mengejar ketertinggalan masuknya investasi dari China melalui program One Belt One Road (OBOR). Saat ini Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain dalam hal masuknya investasi dari program tersebut.
Thomas mengungkapkan, riset yang dilakukan oleh Credit Suisse, memperkirakan total pendanaan proyek-proyek dalam naungan program OBOR telah mencapai US$ 300 miliar-US$ 500 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Hingga saat ini, negara paling banyak menikmati kucuran dana investasi dari program tersebut yaitu Pakistan.
Baca Juga
"Memang yang paling depan mungkin Pakistan, yang proyek-proyek OBOR secara keseluruhan sudah mencapai US$ 62 miliar," ujar dia di Kantor BKPM, Jakarta, Rabu (10/5/2017).
Advertisement
Selain Pakistan, negara seperti Malaysia dan Filipina juga mendapatkan kucuran dana yang banyak dari program tersebut. "Kemudian proyek-proyek OBOR di Filipina sudah mencapai nilai US$ 24 miliar, itu Rp 320 triliun. Dan hitungan kami proyek OBOR di Malaysia sudah mencapai US$ 30 miliar, setara dengan Rp 400 triliun," lanjut dia.
Sementara itu untuk Indonesia, kucuran dana investasi dari OBOR yang masuk ke dalam negeri baru sebesar US$ 5 miliar-Rp 6 miliar. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan ketiga negara tersebut.
"Sementara hitungan saya di Indonesia, total partisipasi dalam OBOR baru US$ 5 miliar-US$ 6 miliar, atau Rp 66 triliun-Rp 80 triliun. Kelihatan sekali sangat ketinggalan. Indonesia saat ini dalam posisi harus mengejar ketertinggalan. karena banyak sekali negara-negara lain yang jauh di depan kita," kata dia.
Meski pun terlihat tidak berdampak apa-apa bagi Indonesia, namun menurut Thomas ketertinggalan tersebut membuat daya saing Indonesia kalah dibandingkan Malaysia dan Filipina. Salah satu penyebabnya yaitu infrastruktur di Indonesia yang kini tertinggal dari kedua negara tersebut.
"Terus terang, kita tidak punya banyak pilihan juga kecuali harus menjadi peserta dalam OBOR ini. Kalau tidak, negara-negara tetangga saingan kita semua masing-masing ambil puluhan miliar dolar dari OBOR untuk meningkatkan infrastruktur dan industri mereka. Sementara Indonesia tidak. Tentunya akan mempunyai konsekuensi sangat buruk untuk posisi saing dan daya saing kita lawan negara-negara tetangga dan saingan tersebut," tandas dia.