Sukses

Berapa Batas Saldo Nasabah Lokal yang Bisa Diintip Ditjen Pajak?

Menkeu akan merampungkan aturan pelaksanaan PMK akses keterbukaan informasi keuangan perpajakan sebelum 30 Juni 2017.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan mengatur batasan saldo rekening nasabah yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan dalam rangka akses keterbukaan informasi keuangan untuk perpajakan domestik seiring aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017. Itu artinya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tidak bisa mengintip saldo rekening nasabah seluruhnya.

Berdasarkan informasi, batasan saldo atau nilai rekening keuangan yang wajib dilaporkan secara otomatis (untuk rekening keuangan di perbankan, perasuransian) untuk keperluan perpajakan domestik, yaitu lebih dari Rp 500 juta.

Sementara untuk kepentingan perjanjian internasional pertukaran data terkait perpajakan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) sudah ditetapkan sebesar US$ 250 ribu atau sekitar Rp 3,3 miliar (kurs Rp 13.300 per dolar AS).   

Saat dikonfirmasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution masih enggan membeberkan. Dia memastikan, batas saldo rekening yang bisa diakses atau wajib dilaporkan secara otomatis ke Ditjen Pajak akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai turunan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2017.

"Pasti ada batasannya, tapi nanti saja kalau sudah dibuat aturan pelaksanaannya. Tunggu saja, saya tidak mau bilang sekarang," tegas Darmin saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Dia mengatakan, ketetapan batas saldo rekening US$ 250 ribu yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan ke Ditjen Pajak, termasuk perbankan sudah menjadi ketentuan internasional. "Yang US$ 250 ribu kan memang internasional. Itu bukan kita yang mengatur," dia menjelaskan.

Dirinya optimistis, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akan merampungkan aturan pelaksanaan PMK akses keterbukaan informasi keuangan perpajakan sebelum 30 Juni 2017. "Bisa kok dengan cepat," jelas dia.

Menkeu Sri Mulyani sebelumnya mengungkapkan, Indonesia bersama dengan 50 negara lain akan menerapkan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis pada September 2018. Sedangkan 50 negara lain sudah mengimplementasikan pada September 2017.

Komitmen pertukaran data tersebut merupakan kesepakatan bersama dengan negara-negara di dunia, termasuk G20. Kerja sama pertukaran data internasional itu akhirnya ditingkatkan dan diformalkan.

Setiap negara wajib memiliki aturan yang memuat jaminan akses otoritas pajak, dan mengatur standar laporan. Termasuk Indonesia yang sudah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 dalam rangka mendukung AEoI.

"Dari sisi peraturan internasional, batas saldo yang wajib dilaporkan secara otomatis di atas US$ 250 ribu. Jadi kalau ada saldo di atas US$ 250 ribu bisa diakses, karena kan Indonesia masuk, jadi kita harus setara dengan internasional," kata Sri Mulyani.

Dia mengatakan, pemerintah akan menerbitkan PMK untuk mengatur teknis tata cara pelaporan, kewajiban dokumentasi, prosedur identifikasi rekening keuangan, tata cara bagaimana lembaga keuangan wajib lapor atau tudak wajib lapor untuk kepentingan perjanjian internasional akan diatur dalam PMK.

"Untuk kepentingan perpajakan domestik, tata cara pelaporan rekening keuangan, pelaporan informasi, tata cara pengenaan sanksi Perppu dalam PMK juga akan diatur dalam PMK," Sri Mulyani menjelaskan.

Menurut dia, Perppu Keterbukaan Data atau Informasi Keuangan untuk Perpajakan sudah berjalan sejak diundangkan, yakni 8 Mei 2017. Saat ini, sambungnya, Perppu sedang dalam proses diundangkan, dan pemerintah sedang menyusun PMK.

"Kita akan sosialisasi dan konsultasi dengan OJK dan seluruh lembaga keuangan. Rambu-rambu PMK kita akan buat sangat jelas sehingga ada keseimbangan antara power kewenangan akses informasi dan kewajiban disiplin," tandas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Â