Sukses

Industri Alas Kaki RI Masuk Peringkat 5 Besar Dunia

Produk domestik bruto (PDB) kelompok industri alas kaki nasional naik dari Rp 31,44 triliun pada 2015 menjadi Rp 35,14 triliun di 2016.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berupaya menggenjot industri alas kaki, produk kulit dan pakaian yang merupakan sektor strategis dan menjadi prioritas  karena mampu memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap perekonomian nasional.

Hal tersebut, dibuktikan melalui capaian produk domestik bruto (PDB) kelompok industri ini yang naik dari Rp 31,44 triliun pada 2015 menjadi Rp 35,14 triliun di 2016.

“Berarti industri ini menyumbang sekitar 0,28 persen terhadap penerimaan negara,” kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawanigsih di Jakarta, Minggu (21/5/2017).

Untuk itu, Kemenperin aktif memacu produktivitas dan daya saing para pelaku IKM sektor ini agar bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memperluas pasar ekspor.

Gati mengungkapkan, untuk sektor industri alas kaki, Indonesia berhasil menduduki posisi ke-5 sebagai eksportir di dunia setelah Tiongkok, India, Vietnam, dan Brasil. Sementara pangsa pasar (market share) di pasar internasional mencapai 4,4 persen.

Bahkan, berdasarkan data Trade Map, pertumbuhan ekspor industri alas kaki Indonesia tercatat positif dari US$ 4,85 miliar pada 2015 atau naik 3,3 persen menjadi US$ 5,01 miliar di 2016.

“Peningkatan kinerja ekspor alas kaki Indonesia tersebut melebihi pertumbuhan nilai ekspor dunia yang hanya sekitar 0,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa produk alas kaki dalam negeri memiliki daya saing di atas rata-rata dunia,” papar dia.

Gati mecontohkan, Ekuator, sepatu premium lokal berkualtas internasional diyakini mampu menembus pasar global ke depannya, “Sepatu yang dirintis oleh Kemenperin melalui Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) ini telah memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 80 persen. Pada akhir tahun 2017, Ekuator akan hadir pada salah satu trade show bergengsi di benua Eropa,” tutur dia.

Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan Kemenperin E Ratna Utarianingrum menyampaikan, pertumbuhan alas kaki didorong karena tren fashion yang cepat berkembang. ”Pada tahun 2020, pangsa pasar alas kaki nasional ditargetkan sebesar 10 persen ke pasar dunia. Kami optimis bisa tercapai karena seiring dengan pertambahan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan sepatu,” ucapnya.

Ratna menuturkan, industri alas kaki nasional lebih banyak dihasilkan oleh industri besar dan menengah baik dari segi nilai maupun dalam jumlah produksi. Untuk sebaran industri kecil dan mikro alas kaki di seluruh Indonesia, sebanyak 82 persen berada di provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur.

Konsentrasi sektor tersebut di wilayah Jawa Barat, meliputi Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya. Sedangkan, Jawa Timur, berada di Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Magetan.

Namun untuk industri penyamakan kulit di dalam negeri, tantangan yang tengah dihadapi saat ini, di antaranya adalah kekurangan bahan baku kulit mentah. Pasokan dari domestik baru memenuhi sekitar 36 persen dari total kapasitas industri penyamakan kulit. “Itupun kualitas bahan bakunya masih perlu ditingkatkan lagi untuk proses produksi selanjutnya,” ungkap Ratna.

Selain itu, prosedur karantina untuk kulit dan pembatasan asal negara impor kulit juga menjadi kendala lainnya. “Kemudian, tingginya ketergantungan  impor bahan baku, bahan penolong dan aksesoris, sehingga kenaikan kurs dollar juga sangat berpengaruh terhadap struktur biaya produksi alas kaki,” sebutnya.

Untuk lebih meningkatkan daya saing industri alas kaki, produk kulit dan pakaian jadi dalam negeri, Kemenperin memberikan fasilitasi pendampingan dan restrukturisasi mesin kepada industri. Selain itu, Kemenperin juga menyusun program pendidikan vokasi industri untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten.