Liputan6.com, Jakarta Rumah yang dibeli melalui kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi mesti ditempati atau tidak boleh dibiarkan kosong. Jika dibiarkan kosong, maka fasilitas seperti bunga murah akan hilang.
"Konversi kredit dari bunga murah ke mahal, dari bunga subsidi ke komersial," kata Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Budi Hartono seperti ditulis di Jakarta, Senin (22/5/2017).
Baca Juga
Dia mengatakan, rumah subsidi tak boleh dibiarkan kosong maksimal setahun. Dia bilang, jika KPR subsidi dikonversi ke KPR biasa, maka bunga yang dibayarkan akan lebih mahal.
Advertisement
"Debiturnya yang dapat 5 persen misalnya angsuran katakan Rp 700 ribu. Kemudian kita tarik, bank kan menggunakan 100 persen dana bank mahal. Kena 13 persen, kan dua kali lipat," ujar dia.
Dia mengatakan, KPR subsidi mesti tepat sasaran kepada pihak yang membutuhkan. Supaya tepat sasaran, maka pihaknya akan melakukan monitoring guna mengetahui rumah-rumah itu benar ditempati.
"Jadi ada tahapannya hasil monitoring ke lapangan, misalnya diketahui kosong, kosong itu akan rinci lagi kosongnya kenapa. Misalnya PNS pindah tugas, itu kita tolerir. Tapi kalau memang kosong, sudah punya rumah di mana, kita proses, kita panggil dulu. Kemudian kita kasi kesempatan lagi 3 bulan, kedua 3 bulan lagi, nanti kita minta bank untuk debitur ini, hasil monitor, dikasih kesempatan ini, maka sesuai dengan peraturan akan kita tarik," jelas dia.
Dia menambahkan, pihaknya tengah menjajaki kerjasama dengan PT PLN (Persero). Dengan data PLN, maka bisa diketahui rumah mana yang benar-benar ditempati atau tidak.
"Kita jajaki kerjasama PLN, kita bisa mengakses data PLN. Kan ada rekening PLN. Kita lihat penggunaan pulsa seperti apa, kalau minim kosong berarti kosong itu. Masa dihuni minimum terus, kan pasti ada nyala listrik kulkas televisi," tutup dia.