Sukses

Pengusaha Minta Warga RI Tak Mudah Terpancing Isu Radikalisme

isu radikalisme termasuk demo atau unjuk rasa terkait penodaan agama yang terjadi akhir-akhir ini belum pada situasi mengkhawatirkan.

Liputan6.com, Jakarta - Isu radikalisme serta suku, ras, agama dan antar golongan (SARA) sampai demo diyakini kalangan pengusaha dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan politik Indonesia. Pemerintah diminta berupaya keras menjaga situasi ini mengingat akan ada rentetan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 2018 dan pemilihan presiden (pilpres).

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menilai, isu radikalisme termasuk demo atau unjuk rasa terkait penodaan agama yang terjadi akhir-akhir ini belum pada situasi mengkhawatirkan. Pemerintah perlu terus menjaganya di tengah kondisi perekonomian dunia yang masih melemah.

"Kita akan menggelar pilkada serentak di 2018, lalu pesta demokrasi yang lebih besar lagi di 2019, jadi hiruk pikuk ini masih akan kita rasakan. Penting sekali menjaga stabilitas politik dan ekonomi dari isu-isu radikalime, karena kalau tidak kondusif, iklim ekonomi dan bisnis pengusaha bisa terganggu," jelasnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Menurut Sarman, selain kepastian hukum, pelayanan, perizinan, infrastruktur, investor dalam berinvestasi di suatu negara mempertimbangkan jaminan keamanan. Kegiatan penanaman modal ini bersifat jangka panjang 5 tahun sampai 30 tahun, sehingga stabilitas keamanan menjadi satu hal yang strategis.

"Kami minta pemerintah menyelesaikan permasalahan menyangkut radikalisme, isu SARA karena kejadian di Jakarta kemarin (dugaan penistaan agama) berpotensi merembet ke daerah, dan akhirnya dapat berpengaruh ke iklim investasi di Indonesia bila tidak segera cepat diselesaikan," kata Sarman.

Sarman meminta kepada pemerintah bekerja keras, merangkul dan menyadarkan seluruh elemen masyarakat, organisasi masyarakat supaya jangan mudah terhasut isu SARA, radikalisme yang dapat menghancurkan negara ini.

"Dulu kita itu mampu menerima perbedaan, kebhinnekaan, tapi sekarang ada media sosial, mudah sekali terhasut isu-isu seperti ini. Bikin kekhawatiran investor besar. Padahal kita masih punya harapan mendorong perekonomian, karena sumber daya alam masih terbuka, jumlah penduduk banyak sehingga menjadi kekuatan kita," terangnya.

Lanjutnya, Indonesia sangat membutuhkan investasi guna memacu pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan cadangan devisa, menekan angka pengangguran dan kemiskinan.

"Ekonomi global masih lemah berdampak ke kita, jadi pemerintah harus mampu terus menjaga iklim kondusif ini. Pemerintah pun perlu mengeluarkan kebijakan yang pro bisnis dan pengusaha," Sarman berharap. (Fik/Gdn)