Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan mulai menerapkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2017 yang mengatur mengenai keberadaan taksi online pada 1 mei lalu. Aturan tersebut merupakan hasil revisi dari PM 32 Tahun 2016.
Dalam PM yang baru tersebut, Kementerian Perhubungan memasukkan beberapa persyaratan bagi para perusahaan taksi online jika ingin beroperasi. Salah satunya adanya penerapan tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Ekonomi dari Institute for Development of Economics dan Finance (INDEF) Berly Martawardaya mengungkapkan, untuk penetapan batasan tarif tersebut harus mempertimbangkan aspek Upah Minimum Provinsi (UMP) di masing-masing daerah.
Advertisement
"Ini jalan tengah, agar dipertimbangkan bahwa tarif batas bawah yang ditetapkan pemerintah adalah biaya tenaga kerja dan bahan bakar yang digunakan pada perjalanan tersebut, jadi harus pertimbangkan UMP," kata dia dalam diskusi INDEF di Jakarta, Rabu (24/5/2017).
Baca Juga
Ia mencontohkan, saat ini UMP di Jakarta adalah Rp 3,3 juta per bulan. Dengan memperhitungkan bahwa jam kerja wajar per hari adalah 8 jam dan sebulan terdiri dari 22 jam kerja, maka bisa dikalkulasi bahwa upah minimum untuk satu jam kerja adalah Rp 19 ribu.
Dengan kondisi lalu lintas di Jakarta, dengan mempertimbangkan 1 liter BBM dapat digunakan untuk menempuh 8 km dengan harga BBM Rp 6.450 per liter. "Maka, perhitungan yang kami lakukan, total tarif batas bawahnya adalah Rp 31.900," tegas dia.
Dengan formula ini, diklaim Berly mudah diterapkan, mengingat dalam aplikasi tercatat waktu dan jarak tempuh. "Kita setuju tarif itu dibatasi, hanya saja kita juga harus tetap melindungi kesejahteraan driver, sesuai aturan, dan juga tidak memberatkan konsumen," tutup Berly.
Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta pemerintah untuk membatalkan aturan tersebut sebab regulasi tersebut dapat menjadi inspirasi kartel ke industri lainnya.
"Hipmi berharap sebaiknya Bapak Presiden Jokowi membatalkan tarif batas bawah taksi online," ujar Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Anggawira, Senin (17/4/2017).
Hipmi beranggapan, penetapan tarif taksi online ini akan menjadi inspirasi praktik kartel di industri sejenis maupun ke industri lainnya.
"Potensi kartel sudah ada dengan penetapan tarif ini. Hanya saja praktik ini difasilitasi oleh pemerintah dalam hal ini Kemenhub. Dalam batas-batas tertentu kartel semacam ini bisa dimaklumi untuk melindungi kepentingan publik yang lebih luas, tapi kepentingan publik di taksi online dan startup jauh lebih besar daripada kepentingan segelintir korporasi,” tambah Anggawira.
Hipmi menemukan beberapa kejanggalan dalam revisi taksi online tersebut. Pertama, penetapan tarif tersebut dapat menjadi inspirasi bagi industri lainnya untuk mempengaruhi pemerintah dalam melakukan kartel dan menghentikan para pesaing baru yang datang belakangan namun lebih inovatif dan kreatif.